Minggu, 05 Juni 2011

PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS NIFAS

     A.      DEFINISI
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk, 2002).
1.      Pembagian masa nifas. Nifas dibagi dalam 3 periode:
a.       Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b.      Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang lamanya 6 – 8 minggu.
c.       Remote puerperium, waktui yang diperlkan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyaikomplikasi.
     B.      PERUBAHAN FISIOLOGIS NIFAS
1.      Sistem reproduksi
a.       Uterus: Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
1)      Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.
2)      Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berata    uterus 750 gr.
3)      Satu minggu post partum tinggi fundus uteri teraba pertengan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gr.
4)      Dua minggu post partum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat uterus 350 gr.
5)      Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 g.
b.      Lochia: Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Macam – macam Lochia:
1)      Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.
2)      Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 – 7 post partum.
3)      Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 – 14 post partum.
4)      Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu.
5)      Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6)      Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya.
c.       Serviks: Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.
d.      Vulva dan Vagina: Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol.
e.       Perineum: Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
f.        Payudara: Perubahan pada payudara dapat meliputi :
1)      Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.
2)      Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi Asi terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan.
3)      Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi
2.      Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam peratam.kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesidah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Sering kali diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. Rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
5.      Sistem Endokrin
a.       Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum. Progesteron turun pada hari ke 3 post partum.
b.      Kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur hilang.
Ambulasi pada umumnya dimulai 4 – 8 jam post partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
7.      Sistem integumen
a.       Penurunan melanin umumnya setelam persalinan menyebabkan berkurangnya hyperpigmentasi kulit.
b.      Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan menghilang pada saat estrogen menurun.
     C.      PENATALAKSANAAN
1.      Perawatan Pasca Persalinan:
a.       Mobilisasi: Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring kekanan dan kekiri ubtuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke 4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka.
b.      Diet: Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandong protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
c.       Miksi: Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m.sphincer ani selama persalinan. Bila kandungan kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
d.      Defekasi: Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans per oral atau per rektal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
e.       Perawatan payudara (mammae): Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara :
1)      Pembalutan mammae sampai tertekan.
2)      Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel.
3)      Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
f.        Laktasi: Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae yaitu :
1)      Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
2)      Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum, berwarna kuning putih susu.
3)      Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4)      Setelah persalinan, pengaruh supresi astrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.
     D.      PERUBAHAN PSIKOLOGIS NIFAS
a.       Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi. Masa transisi pada post partum yang harus diperhatikan perawat adalah:
1)      Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
2)      Bonding Attachment ” atau ikatan kasih. Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. “Bonding” adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak. Sedangkan “attachment” adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.
b.      Perubahan psikologis pada klien post partum akan dikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secara menyeluruh. Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah melahirkan adalah :
1)      Talking In period: Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Dia sangat membutuhkan orang lain untuk membantu, kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulai menerima pengalamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata. Periode ini berlangsung 1 - 2 hari. Menurut Gottible, ibu akan mengalami “proses mengetahui /menemukan “ yang terdiri dari :
a)      Identifikasi: Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari fisik bagyi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan yang diharapkan atau diimpikan.
b)      Relating (menghubungkan): Ibu menggambarkan anaknya mirip dengan anggota keluarga yang lain, baik dari tingkah lakunya dan karakteristiknya.
c)      Menginterpretasikan. Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan. Pada fase ini dikenal dengan istilah “ fingertip touch”.
2)      Taking Hold Period: Periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan keadaan mandiri. Perlahan-lahan tingkat energi klien meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, mampu untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eliminasi dan memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu seharusnya tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan tetapi harus melakukan hal tersebut, misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum melahirkan. Disini juga klien sangat antusias merawat bayinya. Pada fase ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan utnuk dirinya dan bayinya. Pada saat ini perawat mutlak memberikan semua tindakan keperawatan seperti halnya menghadapi kesiapan ibu menerima bayi, petunjuk-petunjuk yang harus diikuti tentang bagaimana cara mengungkapkan dan bagaimana mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Apabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang diperbuat oleh perawat, maka perawat harus turun langsung membantu ibu dalam melaksanakan kegiatan / tugas yang nyata (setelah pemberian demonstrasi yang penting) dan memeberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat. Bila ibu sudah merasa lebih nyaman, maka ibu sudah masuk dalam tahap ke- 2 “ maternal touch”, yaitu “total hand contact” dan akhirnya pada tahap ke- 3 yang disebut “ enfolding”. Dan periode ini berlangsung selama 10 hari.
3)      Letting Go Period: Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai disibukan oleh tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah. Pada fase ini ibu mengalami perubahan, yaitu:
a)      Mengerti dan menerima bentuk fisik dari bayinya.
b)      Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak,
c)      Menjadi ibu yang merawat anak.
4)      Post partum blues: Pada fase ini terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas. Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan tugasnya, maka keadaan ini dapat menjadi serius yaitu keadaan post partum depresi.
Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung keterlibatanya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin selalu dekat dengan isteri dan anaknya, tetepi kadang-kadang terbentur dengan peraturan rumah sakit.
Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya anak yang lebih besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek / nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggoata yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.




     A.      IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempet/tanggal lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
     B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
     C.      RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Imunisasi:
Operasi:
     D.      RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
      E.      PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat  sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minu; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatn seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minu: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3.      Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah BAB/BAK teratur; frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat BAB/BAK sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah BAB/BAK teratur: frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktifvitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (penkes, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5.      Tidur dan istirahat
sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7.      Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
BagaimanA hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, n dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
      F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bedrest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bedrest, lemah, terpasang infus, alat medis
Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
2.      Kesadaran:
Kuantitatif:
Mata :
Spontan(4)
Atas permintaan(3)
Rangsang nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Verbal:
Orientasi baik(5)
Jawaban kacau(4)
Kata-kata sepatah(3)
Merintis/mengerang(2)
Tidak bersuara(1)
Motorik:
Menurut perintah(6)
Reaksi setempat(5)
Menghindar(4)
Fleksi abnormal(3)
Ekstensi nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Kualitatif: compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporcoma, coma?
3.      Tanda-tanda vital:
T: hipertermi?
N: cepat, tidak teratur, frekuensi, irama, volume?
RR: cepat, irama, jenis, frekuensi?
TD:?
SPO:?
4.      Status gizi: TB, BB, BBN, BBI?
5.      Pemeriksaan sistemik:
Head to toe:
Kepala:
Wajah:
Abdomen: TFU, peristaltic, luka?
Genitalia: lochia?
Ektremitas:
     G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah?
     H.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama oabat, dosis, waktu, rute, indikasi?
        I.      DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
Intervensi:
1)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
2)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
3)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2.      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan melalui rute abnormal (perdarahan).
Intervensi:
1)      Ukur TTV: TD, N, RR, T
R/mengetahui keadaan klien
2)      Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)      Hitung  BC
R/mengetahui klebihan dan kekurang cairan
4)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi elektrolit; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6)      Kolaborasi/lanjutkan program therapi trasfusi
R/mempercepat pemulihan kesehatan klien
3.      Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal.
Intervensi:
1)      Ukur TTV: TD, N, RR, T
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor bising usus
R/mengtahui frekuensi bising usus
3)      Monitor skibala
R/mengetahui keadaan skibala kien
4)      Anjurkan makan makanan tinggi serat
R/memperlancar BAB klien
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat laxantia; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengatai kostipasi klien
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)      Monitor pemeriksaan Lab darah
R/untuk melihat hasil lab darah
3)      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
4)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)      Rawat luka setiap hari dengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)      Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan klien
R/menetapkan waktu untuk penkes
2)      Berikan penkes
R/meningkatkan pengetahuan klien
3)      Evaluasi pengetahuan klien
R/mengetahui keberhasilan penkes
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam penkes
R/mengingatkan kembali pada klien


Beare, P. G. ed. (1994). Davis’s NCLEX – PN Review, hal 367-368. Philadelphia. FA Davis Company.
Haris, C. H. (1993). Legal and Ethical Issues. dalam Bobak, I. M dan Jenzen, M.D Maternity and Gynecologid Care: The Nurse and The Family. ed. 5. st. Louis. CV Mosby Co.
ANA. (1991). Standart of Clinical Nursing Practise, Washington, D. C, American Nurses Publishing.
Orem, D. E. (1971). Nursing Concepts of Practise, New York Mc. Graw – Hill
Prawiroharjo. S (1992), Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Bobak and Jansen (1984). Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby Company
Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing, New York: Springen.
Nelson J.P. and May, K.A. (1986). Comprehensive Maternity Nursing. Philadelphia : J.B. Lippincot Company.
Reeder,S.J. et al. (1983). Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.

Tidak ada komentar: