Selasa, 17 Januari 2012

LAPORA PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

A.PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998).
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314).

B.ETIOLOGI
1.Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2.Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3.Gangguan konjugasi bilirubin.
4.Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.
5.Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6.Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis

C.MANIFESTASI KLINIS
1.Kulit berwarna kuning sampe jingga
2.Pasien tampak lemah
3.Nafsu makan berkurang
4.Reflek hisap kurang
5.Urine pekat
6.Perut buncit
7.Pembesaran lien dan hati
8.Gangguan neurologik
9.Feses seperti dempul
10.Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11.Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12.Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13.Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

D.PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991).

E.KLASIFIKASI
1.Ikterus prehepatik: Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2.Ikterus hepatic: Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3.Ikterus kolestatik: Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4.Ikterus neonatus fisiologi: Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
5.Ikterus neonatus patologis: Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.

F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2.Pemeriksaan radiology: Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3.Ultrasonografi: Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4.Biopsy hati: Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5.Peritoneoskopi: Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6.Laparatomi: Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

G.PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1.Pengawasan antenatal yang baik
2.Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
3.Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4.Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5.Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
6.Pemberian makanan yang dini.
7.Pencegahan infeksi.

H.KOMPLIKASI
1.Retardasi mental - Kerusakan neurologist
2.Gangguan pendengaran dan penglihatan
3.Kematian.
4.Kernikterus.

I.PENATALAKSANAAN
1.Tindakan umum
a.Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil: Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b.Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c.Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
2.Tindakan khusus
a.Fototerapi: Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
b.Pemberian fenobarbital: Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
c.Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi, misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
d.Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi: untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
e.Terapi transfuse: digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi obat-obatan, misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
Menyusui bayi dengan ASI
f.Terapi sinar matahari
3.Tindak lanjut: Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.

Tidak ada komentar: