A.DEFINISI
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ). Tidak berbeda dengan definisi Rustam, Manuaba ( 1998) mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Selain itu, Mansjoer ( 2000 ) mendefinisikan bahwa preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2000). Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa preeklampsia ( toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul ada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan poteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
B.ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu:
1.Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
2.Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
3.Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4.Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1.Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
2.Peran faktor imunologis.
3.Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.
4.Peran faktor genetik /familial
5.Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
6.Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
7.Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS).
Faktor predisposisi:
1.Molahidatidosa
2.Diabetes mellitus
3.Kehamilan ganda
4.Hidrops fetalis
5.Obesitas
6.Umur yang lebih dari 35 tahun
C.KLASIFIKASI
1.Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a.Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
b.Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
c.Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
2.Preeklampsia Berat
a.Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b.Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
c.Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
d.Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
e.Terdapat edema paru dan sianosis.
D.TANDA DAN GEJAL
Biasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
E.PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan Laboratorium
a.Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
1)Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
2)Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
3)Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
b.Urinalisis: Ditemukan protein dalam urine.
c.Pemeriksaan Fungsi hati
1)Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
2)LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
3)Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
4)Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
5)Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
6)Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
d.Tes kimia darah: Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
2.Radiologi
a.Ultrasonografi: Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b.Kardiotografi: Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
G.PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penanganan adalah :
Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia
Hendaknya janin lahir hidup
Trauma pada janin seminimal mungkin.
1.Pre-eklamsi ringan: Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.
2.Pre-eklamsia berat
a.Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
1)Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
a)Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi).
b)Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi).
c)Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
d)Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan
2)Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
b.Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
1)Penderita dirawat inap
a)Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
b)Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
c)Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri
d)Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
e)Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc
f)Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
2)Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari
3)Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena Lasix.
4)Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes
5)Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan
6)Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri
7)Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum
8)Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.
H.PENCEGAHAN
1.Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2.Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau ada factor-faktor predisposisi.
3.Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
DATA SUBYEKTIF
1.Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2.Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
3.Riwayat kesehatan ibu sebelumnya: penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
4.Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5.Pola nutrisi: jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
6.Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
DATA OBYEKTIF
1.Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2.Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
3.Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
4.Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
5.Pemeriksaan penunjang ;
a.Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
b.Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
c.Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d.Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
e.USG ; untuk mengetahui keadaan janin
f.NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh pusing
Pasien tidak mengeluh sesak napas
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
CRT: <3 detik
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
2)Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan pasien
3)Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
4)Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
7)Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran pasien
8)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
9)Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
10)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
11)Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
12)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
2.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler – alveolar.
Tujuan: Kerusakan pertukaran gas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasein tidak mengeluh sesak
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
GDA normal
Tidak ada buyi napas tambahan
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
2)Kaji fungsi pernapasan: frekuensi, bunyi, irama, jenis
R/mengetahui pola napas pasien
3)Monitor adanya sianosis
R/mengetahui keadaan pasien
4)Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)Suction bila perlu
R/membersihkan jalan napas
6)Ajarkan teknik batuk efektif
R/mengeluarkan sekret yang tertahan
7)Anjurkan minum air hangat
R/mengurangi sekret
8)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
9)Kolaborasi/lanjutkan pemberian mukolitik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi sekret
3.Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh nyeri
Pasein tidak mengeluh sesak
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
2)Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
4.Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard.
Tujuan: Penuruanan curah jantung teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh pusing
Pasien tidak mengeluh sesak
EKG normal
Kulit elastis BB normal
Suhu: 36-37C/axila
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)Monitor bunyi napas, bunyi jantung
R/mengetahui perubaha napas /bunyi jantung
3)Monitor edema
R/mengetahui keadaan pasien
4)Batasi garam sesuai program
R/menghindari penimbunan cairan
5)Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
6)Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
7)Kolaborasi/lanjutkan program EKG
R/mengetahui kelainan jantung
8)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
9)Kolaborasi/lanjutkan terapi obat
R/mempercepat proses penyembuhan
5.Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan: cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak tampak gelisah
Pasien tidak mengeluh takut
Pasien tampak tidak gugup
Pasien tidak mengeluh cemas
BAK 3-5x/hari
Nadi 60-100x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu R/mengetahui perubahan keadaan kesehatan pasien
2)Monitor/kaji tingkat kecemas pasien
R/mengetahui perubahan kecemasan pasien
3)Monitor/kaji tanda-tanda kecemasan
Mengetahui perubahan kecemasan pasien
4)Dorong pasien untuk mengungkapkan kecemasan
R/mengetahui masalah yang dialami pasien
5)Berikan suport sistem
R/mengurangi kecemasan pasien
6)Jelaskan prosedur dan setiap tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien
Mengurangi kecemasan pasien.
7)Libatkan keluarga dalam memberikan suport system pada pasien
R/mengurangi kecemasan pasien
8)Kolaborasi/lanjutkan terapi obat penenang: nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan pasien
6.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh lemas
Pasien tidak mengeluh pusing
Pasien tidak mengeluh sesak napas
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
CRT: <3 detik
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
6)Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi bebar kerja pasien
7)Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
8)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
9)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, rute
R/mempercepat penyembuhan
7.Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
Pasien bisa menjelaskan pengertian
Bisa menyebutkan penyebab
Bisa menyebutkan tanda dan gejala
Bisa menyebutkan perawatan
Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
8.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh lemas
Makan habis 1 porsi
Pasien tidak mual
Pasien tidak muntah
Berat badan normal/ideal
Konjungtiva merah muda
Rambut tidak rontok
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan pasien
3)Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan pasien
4)Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan pasien
5)Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien
6)Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
8)Anjurkan pasien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
9)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M., dkk., 2001,Rencana perawatan maternal bayi, Jakarta:EGC
Hachermoore. 2001, Esensial obstetric dan ginekologi, Jakarta: Hypokrates
Halminton P. M. 2005, Dasar-dasar keperawatan maternitas, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta: EGC
Manuaba, I. B. G. 2007, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan, Jakarta: EGC
Manuaba, I. B. G. 2008, Operasi kebidanan kandungan dan keluarga berencana untuk dokter umum, Jakarta: EGC
McCloskey, & Bulechek. 2006, Nursing interventions classifications, 2nd edition, Mosby-Year book.Inc, New York.
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. S., & Setiowulan, W., 2008, Kapita selekta kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius
Mochtar, R. 2005, Sinopsis obstetri, obstetri operatif, obstetri sosial, Jakarta: EGC
NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
Saifuddin A.B. 2001 , Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta
Saifuddin A.B. 2002 , Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta
Wiknjosastro, H. 2002, Ilmu kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
University IOWA., NIC and NOC Project., 2001, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Sabtu, 07 Januari 2012
PRE EKLAMPSIA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar