Kamis, 22 Maret 2012

SPINA BIFIDA

A.PENGERTIAN SPINA BIFIDA
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Hal ini dapat terjadi saat beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi.

B.PENYEBAB SPINA BIFIDA
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1.Spina bifida occulta : Defek tidak tampak, jarang menimbulkan gejala atau komplikasi. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Ditemukan tidak sengaja saat penderita dilakukan foto x-ray
2.Meningocele : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3.Spina bifida cystica (Myelomeningocele): jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah.

C.TANDA DAN GEJALA SPINA BIFIDA
1.Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
2.Jjika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
3.Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
4.Penurunan sensasi
5.Inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
6.Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

D.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

E.PEMERIKASAAN PENUNJANG SPINA BIFIDA
1.Pada prenatal tes diukur tingkat maternal serum alpha-fetoprotein (MSAP atau AFP). Didapatkan hasil tinggi pada wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida (85%) atau defek neural tube lainnya. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
2.Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Tes ini disebut juga triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan.
3.Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
4.Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5.CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.

F.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
1.Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
a.Mengontrol inkotinensia
b.Mencegah dan mengontrol infeksi
c.Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri.
Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic vesicostomy.
2.Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah.
Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang.
Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3.Rehabilitasi Medik
Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer
a.Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.
b.Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis.
Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif.
HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak.
Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.

SUMBER :
Molnar GE, Murphy KP, Spina Bifida In: Pediatric Rehabilitation, 3rd ed, Hanley & Helfus Inc, Philadelphia:p219-40


Tidak ada komentar: