Pembangunan
kesehatan pada prinsipnya selalu diarahkan untuk lebih meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur
derajat kesehatan masyarakat tersebut adalah Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) dan beberapa
penyakit utama penyebab kesakitan dan penyebab utama kematian (Depkes RI, 2000).
Data profil kesehatan Indonesia dari tahun ke tahun
memperlihatkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Angka Kematian Bayi di Indonesia
pada tahun 2002 adalah 47/1000 kelahiran hidup. 45% dari Angka Kematian Bayi
tersebut terjadi pada masa neonatus (Depkes RI, 2002).
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Prof Dr. Azrul Aswar
dalam diskusi Exsekutif Forum mengungkapkan pada tahun 2003 ± 6,7 juta balita
Indonesia kekurangan gizi. Sebanyak
8,1 juta anak menderita anemia gizi, 9 juta anak kekurangan vitamin A. salah
satu faktor yang menyebabkan adalah karena buruknya pemberian ASI (Depkes,
2003). Mengingat angka mortalitas dan morbiditas balita di Indonesia masih
tinggi sehingga diperlukan berbagai upaya untuk menanggulanginya. Salah
satu upaya yang dilakukan adalah anjuran UNICEF dengan breast feeding / menyusui (Soetjiningsih, 1997).
Menyusui
merupakan suatu cara yang tidak ada bandingannya dalam memberi makanan yang
ideal bagi pertumbuhan bayi. Disamping itu, menyusui juga mempunyai pengaruh
biologis dan psikologis yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi. Hal ini
memperlihatkan bahwa pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat penting bagi kesehatan
ibu dan bayi (Roesli, 2000).
Mengingat
pentingnya fungsi ASI tersebut, maka tidak mengherankan jika pemberian ASI
menjadi global action. Aksi
global ini dimulai semenjak adanya pertemuan beberapa negara sedunia di Italia
(Innocent Declaration On The Protection,
Promotion and Support Breast Feeding, 1990). Di tingkat nasional, promosi dan penggalaan
pemberian ASI juga dilakukan. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
antara lain dengan Perencanaan Gerakan Nasional dengan salah satu Program
Peningkatan Penggunaan ASI (PP ASI). Program PP ASI salah satunya meliputi bayi
harus segera disusukan pada 30 menit pertama setelah lahir. Pemberian ASI
sedini mungkin akan merangsang puting susu memacu refleks prolactin dan
oxytocin yang dibutuhkan dalam proses menyusui (Depkes RI, 2001).
Bila
setelah bayi lahir sampai hari pertama post partum ASI tidak keluar akan
menyebabkan kecemasan bagi ibu. Ibu memikirkan bagaimana untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayinya, sehingga cenderung memberikan susu formula.
Pemberian makanan prelactal akan membuat bayi merasa kenyang sehingga tidak mau
menetek berikutnya. Dengan begitu ASI tidak dikeluarkan dengan baik. Oleh
karena ASI tidak dikeluarkan dengan baik, ibu akan lebih sering mengalami
kesukaran menyusui berikutnya dan cenderung lebih cepat berhenti menyusui (Roesli,
2000).
Dari hasil study pendahuluan yang dilakukan pada
bulan Maret di BPS Dewi Damayanti, Desa Tegalsari, Kecamatan Bulakan, Kabupaten
Sukoharjo didapatkan ibu menyusui bayi secara dini (30 menit setelah post
partum) sebanyak 4 orang, sedangkan 6 orang menyusui bayinya 10 – 12 jam post
partum. Dari 6 orang ibu yang tidak
menyusui bayinya secara dini rata-rata ASI keluar pada hari ke 2 sampai hari ke
3 post partum. Setelah hari ke 3 post partum kemudian didapatkan keluhan
payudara merasa penuh tegang, badan panas, payudara nyeri dan lain-lain.
Sedangkan pada ibu-ibu yang menyusui dini biasanya ASI keluar pada hari pertama
setelah post partum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar