Minggu, 08 Februari 2015

MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA MENYUSUI DINI DENGAN PENGELUARAN COLOSTRUM POST PARTUM

Pembangunan kesehatan pada prinsipnya selalu diarahkan untuk lebih meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat tersebut adalah Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) dan beberapa penyakit utama penyebab kesakitan dan penyebab utama kematian (Depkes RI, 2000).
Data profil kesehatan Indonesia dari tahun ke tahun memperlihatkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Angka Kematian Bayi di Indonesia pada tahun 2002 adalah 47/1000 kelahiran hidup. 45% dari Angka Kematian Bayi tersebut terjadi pada masa neonatus (Depkes RI, 2002).
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Prof Dr. Azrul Aswar dalam diskusi Exsekutif Forum mengungkapkan pada tahun 2003 ± 6,7 juta balita Indonesia kekurangan gizi. Sebanyak 8,1 juta anak menderita anemia gizi, 9 juta anak kekurangan vitamin A. salah satu faktor yang menyebabkan adalah karena buruknya pemberian ASI (Depkes, 2003). Mengingat angka mortalitas dan morbiditas balita di Indonesia masih tinggi sehingga diperlukan berbagai upaya untuk menanggulanginya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah anjuran UNICEF dengan breast feeding / menyusui (Soetjiningsih, 1997).
Menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada bandingannya dalam memberi makanan yang ideal bagi pertumbuhan bayi. Disamping itu, menyusui juga mempunyai pengaruh biologis dan psikologis yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat penting bagi kesehatan ibu dan bayi (Roesli, 2000).
Mengingat pentingnya fungsi ASI tersebut, maka tidak mengherankan jika pemberian ASI menjadi global action. Aksi global ini dimulai semenjak adanya pertemuan beberapa negara sedunia di Italia (Innocent Declaration On The Protection, Promotion and Support Breast Feeding, 1990). Di tingkat nasional, promosi dan penggalaan pemberian ASI juga dilakukan. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia antara lain dengan Perencanaan Gerakan Nasional dengan salah satu Program Peningkatan Penggunaan ASI (PP ASI). Program PP ASI salah satunya meliputi bayi harus segera disusukan pada 30 menit pertama setelah lahir. Pemberian ASI sedini mungkin akan merangsang puting susu memacu refleks prolactin dan oxytocin yang dibutuhkan dalam proses menyusui (Depkes RI, 2001).
Bila setelah bayi lahir sampai hari pertama post partum ASI tidak keluar akan menyebabkan kecemasan bagi ibu. Ibu memikirkan bagaimana untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya, sehingga cenderung memberikan susu formula. Pemberian makanan prelactal akan membuat bayi merasa kenyang sehingga tidak mau menetek berikutnya. Dengan begitu ASI tidak dikeluarkan dengan baik. Oleh karena ASI tidak dikeluarkan dengan baik, ibu akan lebih sering mengalami kesukaran menyusui berikutnya dan cenderung lebih cepat berhenti menyusui (Roesli, 2000).
Dari hasil study pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret di BPS Dewi Damayanti, Desa Tegalsari, Kecamatan Bulakan, Kabupaten Sukoharjo didapatkan ibu menyusui bayi secara dini (30 menit setelah post partum) sebanyak 4 orang, sedangkan 6 orang menyusui bayinya 10 – 12 jam post partum. Dari 6 orang ibu yang tidak menyusui bayinya secara dini rata-rata ASI keluar pada hari ke 2 sampai hari ke 3 post partum. Setelah hari ke 3 post partum kemudian didapatkan keluhan payudara merasa penuh tegang, badan panas, payudara nyeri dan lain-lain. Sedangkan pada ibu-ibu yang menyusui dini biasanya ASI keluar pada hari pertama setelah post partum.

Tidak ada komentar: