Senin, 27 Juni 2011

HIDROSEFALUS

           A.DEFINISI
Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI, 1989)
Hidrosefalus adalah kelebihan cairan cerebrospinalis di dalam kepala. Biasanya di dalam sistem ventrikel atau gangguan hidrodinamik cairan likuor sehingga menimbulkan peningkatan volume intravertikel (Setyanegara, 1998)
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005)
           B.ETIOLOGI
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Beberapa penyebab terjadinya hidrosefalus:
1.Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylvii: Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%). Aquaductus dapat mengalami stenosis dimana saluran ini menjadi lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrosefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b.Spina bifida dan cranium bifida: Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker: Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie yang mengakibatkan hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d.Kista Arachnoid: Dapat terjadi secara conginetal dan membagi etiologi menurut usia.
e. Anomali pembuluh darah
2.Infeksi: Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terdapat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar.
3.Perdarahan: Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Ropper, 2005).
4.Neoplasma: Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
           C.KLASIFIKASI
1.Hidrocefalus kongenitus: Hidosefalus kongenitus dapat timbul karena adanya malformasi pada system saraf pusat, seperti karena adanya:
a. Anomali Arnold-Chiari, yang dapat timbul bersama dengan suatu meningokel atau suatu meningomielokel.
b.Stenosis dari akuaduktus sylvii
c. Malformasi dari Dandy-Walker. Pada sindrom Dandy-Walker terdapat atresi dari foramen luschka dan Megendie.
d.Kiste-kiste subaraknoidal
e. Aneurisma dari vena cerebri magna Galeni, yang menekan pada akuaduktus Sylvii.
2.Hidrocefalus kuisita: Hidrosefalus akuisita timbul sesudah:
a. Trauma kapatis
b.Pendarahan subarachnoidal
c. Infeksi pada SSP seperi, Meningitis tuberkulosa, meningitis Hemofilus influenza, Toksoplasmosis.
3.Normal Pressure Hidrosefalus: Pada Normal Pressure Hidrosefalus dapat ditemukan:
a. Retardasi mental dengan disorientasi dan pelupa
b.Paraparese dan ataksi
c. Inkontinensia Urine
d.Ventrikel yang melebar dengan tekanan yang normal.
           D.TANDA DAN GEJALA
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus: Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok (Rickham, 2003)
2.Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak: Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang
b.Sutura kranium tampak atau teraba melebar
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol
d.Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon)
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005)
            E.PATOFISIOLOGI
Tekanan negatif CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor cerebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel yang ketiga, tempat dimana cairan tersebut menyatu dengan cairan yang telah disekresi ke ventrikel ketiga. Dari sana CSS mengalir melalui akueduktus Sylvii menuju ventrikel keempat, tempat dimana cairan lebih banyak dibentuk, kemudian cairan tersebut akan meninggalkan ventrikel keempat melewati foramen Luschka lateral dan garis tengah foramen Magendie dan mengalir menuju sisterna magna. Dari sana CSS mengalir ke serebral dan ruang subaraknoid serebellum, dimana cairan akan diabsorbsi. Sebagian besar diabsorbsi melalui villi araknoid, tetapi sinus, vena dan substansi otak juga berperan dalam absorpsi. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan reabsorbsi CSS oleh sistem kapiler (DeVito EE et al, 2007). Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu: Produksi likuor yang berlebihan, Peningkatan resistensi aliran likuor, dan Peningkatan tekanan sinus venosa. Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan reabsorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005).
Berdasarkan hal di atas akan terjadi penimbunan berlebihan (abnormal) cairan cerebrospinal pada ruang-ruang yang secara normal terdapat CSS. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm. Pada umur 1 tahun lingkaran kepala tersebut dapat mencapai 45 cm. Pada penderita hidrosefalus lingkaran kepala itu jauh di atas lingkaran yang normal. Kepala itu membesar “out of proportion” oleh karena Tekanan intrakranium terus meningkat. Tekanan ini meningkat karena reabsorbsi dari likuor itu tidak dapat berfungsi dengan baik. Misalnya suatu stenosis pada akuaduktus Sylvii akan dapat menimbulkan gangguan pada peredaran likuor, yang menimbulkan hidrosefalus. Selain itu juga karena sutura di antara tulang-tulang kepala belum menutup, sehingga kepala terus membesar. Oleh karena itu, maka penderita tidak banyak memperlihatkan gejala atau tanda tekanan intrakranium yang meningkat. Penderita tidak akan menangis terus-menerus karena nyeri kepala; penderita tidak akan memperlihatkan muntah proyektil.
            F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Foto Rontgen: Foto rotgen memperlihatkan kepala yang membesar dengan sutura dan fontanel yang masih terbuka. Tulang-tulang kepala tampak sangat tipis. Bila fosa crania posterior tampak kecil dibandingkan fossa crania medial dan anterior maka mungkin hidrocefalus tersebut ditimbulkan oleh suatu stenosis akuaduktus sylvii.
2.Pemeriksaan CT Scan: Memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris. Fungsi ventrikel kadang digunakan untuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran)
3.EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik
4.MRI : ( Magnetik resonance imaging ) memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi
           G.PENATALAKSANAAN
1.Penanganan Sementara: Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2.Penanganan Alternatif (Selain Shunting): Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Rickham, 2003)
3.Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting): Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan cerebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian (Ropper, 2005)



           A.      IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempat/tanggal lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
           B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
           C.      RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Imunisasi:
Operasi:
           D.      RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
            E.      PENGKAJIAN POLA GORDON
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat  sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3.      Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5.      Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7.      Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
            F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
Kesadaran:
Kuantitatif:
Mata :
Spontan(4)
Atas permintaan(3)
Rangsang nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Verbal:
Orientasi baik(5)
Jawaban kacau(4)
Kata-kata sepatah(3)
Merintis/mengerang(2)
Tidak bersuara(1)
Motorik:
Menurut perintah(6)
Reaksi setempat(5)
Menghindar(4)
Fleksi abnormal(3)
Ekstensi nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Kualitatif: compos mentis (conscious), apatis, delirium, somnolen (letargi), stupor (sopor coma), coma?
2.      Tanda-tanda vital:
Suhu: hipertermia?
Nadi: cepat, tidak teratur, frekuensi, irama, volume?
Pernapasan: cepat, irama, jenis, frekuensi?
Tekanan darah:?
Saturasi:?
3.      Status gizi: tinggi badan, berat badan, berat badan normal, berat badan ideal?
4.      Pemeriksaan sistemik:
Head to toe:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
           G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium darah?
2.      Rontgen?
3.      EEG?
4.      MRI?
5.      CT Scan?
           H.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
              I.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan klien
3)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
7)      Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran klien
8)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10)  Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
11)  Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
2.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
Intervensi:
1)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
2)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
3)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Intervensi:
1)      Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan klien
2)      Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan klien
3)      Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan klien
4)      Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi klien
5)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
6)      Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
7)      Anjurkan klien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12,  tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)      Monitor pemeriksaan Lab darah
R/untuk melihat hasil lab darah
3)      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari infeksi
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Batasi pengunjung
R/untuk mencegah infeksi
6)      Rawat luka setiap hari dengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)      Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat anti biotik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
5.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi antibiotik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan klien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)      Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan klien
3)      Evaluasi pengetahuan klien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada klien



Wong and Whaley. 1995. Clinical Manual of Pediatric Nursing, Philadelphia
Suddart dan Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Sudoyo. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FKUI
Sylvia. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC
Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta: EGC
Ngoerah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf, Jakarta: EGC
DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta
Neurol Scand 2007: 116: pages 328–332
Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408
Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of Neurology: Eight Edition. USA

Tidak ada komentar: