Minggu, 03 Juli 2011

INFARK MIOKARD AKUT

     A.      DEFINISI
Infark Miokard (Myocardial Infaction) adalah “kematian otot jantung akibat iskemia, biasanya akibat obstruksi arteri koroner karena ateroma dengan atau tanpa trombosis”.
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
     B.      ETIOLOGI
1.      Faktor keturunan atau genetik, yaitu apabila ada riwayat keluarga yang positif
menderita penyakit ini
2.      Pecandu rokok
3.      Penderita hipertensi
4.      Penderita dengan kadar lipid tinggi
5.      Diabetes Melitus
6.      Obesitas atau kegemukan
7.      Penderita stres
8.      Anxiety atau kecemasan
9.      Kepribadian tipe tertentu
     C.      JINIS
1.      Subendokardial: Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan, kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit.
2.      Transmural: Pada lebih dari 90% pasien miokard infark transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis seing terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umumnya terjadi di tempat aterosklerotik yang emboli koroner. Miokard infark dapat terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal ini amat jarang.
     D.      TANDA DAN GEJALA
1.      Nyeri substernal yang dalam dan hebat dengan rasa nyeri yang menjalar ke
punggung, rahang,atau lengan kiri. Kadang nyeri terasa ringan, sehingga beberapa
penderita tidak menyadari.
2.      Sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan dengan Nitrogliserin.
3.      Penderita sebelumnya sering mengalami angina baik pektoris, kresendo atau
Prinzmental.
4.      Sering merasa takut, keluar keringat dingin atau perasaan akan mati.
5.      Nyeri mendadak bisa terjadi saat malam hari sehingga membangunkan penderita yang sedang tertidur.
6.      Tanda gagal jantung kiri juga kadang sangat menonjol.
7.      Hipotensi, aliran darah perifer buruk dan penderita bisa syok.
8.      Pada kasus yang sangat berat dapat menyebabkan edema paru.
9.      Denyut nadi tidak beraturan (aritmia).
10.  Bisa juga penderita mengalami demam dan lekositosis.
      E.      PATOFISIOLOGI
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplei oksigen oleh pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob.Pembentukan fosfat berenergi tinggi akan menurun.Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun sehingga pH sel menurun.
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat menganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontraksi berkurang, serabut-serabutnya memendek, daya dan kecepatannya berkurang. Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali kontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakkan jantung akan mengubah hemodinamika. Perunahan ini bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung sehingga akan memperbesar volume ventrikel akibatnya tekanan jatung kiri akan meningkat. Juga tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang sering terjadi yaitu peningkatan tekanan darah yang ringan dan denyut jantung sebelum timbulnya nyeri yang merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas merupakan respon vagus.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang Tterbalik dan depresi segmen ST. Serang iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit bila ketidakseimbangan atara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik bersifat reversibel.
      F.      KOMPLIKASI
1.      Gagal ginjal kongestif: Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan.
2.      Syok kardiogenik: Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
Penurunan perfusi perifer, Penurunan perfusi koroner, Peningkatan kongesti paru-paru
3.      Disfungsi otot papilaris: Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan.
4.      Depek septum ventrikel: Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
5.      Rupture jantung: Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.
6.      Tromboembolisme: Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru.
7.      Perikarditis: Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.
8.      Sindrom Dressler: Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleuroperikardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.
9.      Aritmia: Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
     G.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Elektrokardiografi (EKG) : Adanya gelombang patologik disertai peninggian segmen ST yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik. Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari 1/4).
2.      Laboratorium :
Creatin fosfakinase (CPK) . Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali kenilai normal pada hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransaminase Test) Normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12-48 jam sesudah serangan dan akan kembali kenilai normal pada hari ke 4 sampai 7.
LDH (Lactic De-hydroginase). Normal kurang dari 195 mU/ml. Kadar enzim baru naik biasanya sesudah 48 jam, akan kembali ke nilai normal antara hari ke 7 dan 12.
3.      Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan dan kadang-kadang hiperglikemia ringan.
4.      Kateterisasi: Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
5.      Radiologi. Hasil radiologi tidak menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan adanya pembesaran dari jantung.
     H.      PENATALAKSANAAN
Tindakan pengobatan yang paling penting pada arterosklerosis adalah pencegahan primer. Pencegahan tersebut karena berbagai alasan, antara lain
1.      Pada penyakit arterosklerosis secara klinis baru dapat terlihat setelah masa laten yang lama. Perkembangan penyakit ini bergejala pada awal masa dewasa. Lesi yang dianggap sebagai prekuser penyakit arterosklerosis ditemukan pada dinding arteri koronaria anak-anak dan dewasa muda.
2.      Tidak ada pengobatan kuratif untuk penyakit arteriosklerosis koroner. Begitu diketahui secara klinis terapi hanya diberikan bersifat paliatif untuk mengurangi atau memperlambat perkembangan penyakit.
3.      Akibat penyakit arterioklerosis koroner dapat sangat berbahaya , infark miokardium sering terjadi tanpa tanda perigatan lebih dahulu. Insiden kematian mendadak tinggi. Karena patogenesis yang tepat belum diketahui, maka pengendalian faktor resiko dari penyakit arterosklerosis adalah pencegahan. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah: Hiper lipidemi, Diet Tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, Hipertensi, Kolesterol dan garam, Merokok, Diabetis Militus, Obesitas, Gaya hidup yang kurang gerak, Stres psikososial
Pada orang dewasa yang cenderung menderita penyakit koroner adalah mereka yang memiliki faktor resiko dan yang jelas menderita penyakit. Tetapi pengendalian faktor resiko sedini mungkin agaknya dapat mencegah aterogenesis atau memperlambat perkembangan penyakit sedemikian rupa sehingga jumlah mortalitas atau morbiditas dapat dikurangi. Dalam hal ini yang penting adalah pendidikan kesehatan sedini mungkin, serta pengendalian faktor resiko, bukan pengobatan klinis pada penyakit yang sudah terjadi.
4.      Pengobatan iskemia dan infark: Pengobatan iskemia miokardium ditujukan kepada perbaikan keseimbangan oksigen (kebutuhan miokardial akan oksigen) dan suplai oksigen.Untuk pemulihan dilakukukan dengan mekanisme:
a.       Pengurangan kebutuhan oksigen.
1)      Peningkatan suplai oksigen. Ada tiga penentu utama untuk pengurangan kebutuhan oksigen, yang dapat diatasi dengan terapi adalah :
Kecepatan denyut nadi
2)      Daya kontraksi
3)      Beban akhir (tekanan arteria dan ukuran ventrikel )
4)      Beban kebutuhan jantung dan kebutuhan akan oksigen dapat dikurangi dengan menurunkan kecepatan denyut jantung, kekuatan kontraksi, tekanan arteria dan ukuran ventrikel.
5.      Pengobatan untuk mencegah komplikasi: Deteksi dini dan pencegahan sangat penting pada penderita infark. Dua kategori komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu; ketidakstabilan listrik atau aritmia dan gangguan mekanis jantung atau kegagalan pompa. Segera dilakukan pemantauan elektrokardiografi.
Prinsip-prisip penanganan aritmia :
a.       Mengurangi takikardi dengan perangsangan parasimpatis. Diperlukan abat-abat anti aritmia. antara lain ; isoproterenal (isuprel).
b.      Escopa beats, akibat kegagalan nodus sinus, obat-obat yang diperlukan untuk mempercepat pulihnya pacu jantung normal, yaitu nodus sinus, seperti : lidokain(xylocaine) dan prokainamid.
c.       Terapi dari blok jantung ditujukan untuk memulihkan atau merangsang hantaran normal. Diperlukan obat-obat yang mempercepat hantaran dan denyut jantung, antara lain : atropin, atau isoproterenal (isuprel) atau dengan pacu listrik (pace maker).
6.      Pengobatan dengan alat pacu. Alat pemacu dapat dibagi dalam dua pola respon.
a.       Menghambat, alat pacu akan berhenti jika menangkap impuls dari jantung sendiri.
b.      Memicu, alat pacu menyala selama periode refrakter dari denyut yang ditangkap, tanpa menghasilkan denyut pacuan.
        I.      PENCEGAHAN
1.      Pencegahan serangan pertama dan berikutnya mencakup penghentian merokok,
menurunkan berat badan, pengendalian hipertensi, penurunan kadar kolesterol, olah
raga, gizi dan istirahat yang seimbang dan memanajemen kalbu.
2.      Pemberian obat-obatan pencegah reinfark dan kematian:
a.       Obat 'Beta Blocker'.
b.      Penstabil platelet, misalnya Aspirin, persantine.
c.       Sulfinpyrazone.
d.      Obat anti aritmia.
e.       Obat penurun kadar lipid, misalnya elofibrate.
3.      Pengendalian Angina dengan nitrate, 'calcium channel blocker' dan 'beta blocker'.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MIOKARD INFARK
PENGKAJIAN FOKUS

     A.      IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempat/tanggal lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
     B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
     C.      RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Imunisasi:
Operasi:
     D.      RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
      E.      PENGKAJIAN POLA GORDON
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat  sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3.      Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5.      Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7.      Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
      F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
Kesadaran:
Kuantitatif:
E = Membuka mata(Skor)
Spontan disertai adanya kedip(4)
Terhadap suara(3)
Hanya terhadap nyeri(2)
Tidak ada(1) 
M = Respon motor terbaik(Skor)
Ikut perintah(6)
Melokalisasi nyeri(5)
Menghindari nyeri dengan fleksi(4)
Respon fleksi abnormal, dekortikasi(3)
Respons ekstensi, deserebrasi(2)
Tidak ada(1)
V = Respons verbal terbaik:
DEWASA(Skor)
Orientasi baik(5)
Bingung(4)
Kata-kata acak(3)
Suara tak berarti(2)
Tidak ada(1)
Kualitatif: compos mentis (conscious), apatis, delirium, somnolen (letargi), stupor (sopor coma), coma?
2.      Tanda-tanda vital:
Suhu: hipertermia?
Nadi: cepat, tidak teratur, frekuensi, irama, volume?
Pernapasan: cepat, irama, jenis, frekuensi?
Tekanan darah:?
Saturasi:?
3.      Status gizi: tinggi badan, berat badan, berat badan normal, berat badan ideal?
4.      Pemeriksaan sistemik:
Head to toe:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
     G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium darah?
2.      Radiologi?
3.      Kateterisasi?
4.      EKG?
     H.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
        I.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Penurunan cardiak output berhubungan dengan heart rate, peningkatan after load, kontraktilitas miokard, perubahan denyut/ irama jantung.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor bunyi napas, bunyi jantung
R/mengetahui perubahan napas /bunyi jantung
3)      Monitor edema
R/mengetahui keadaan klien
4)      Batasi sodium sesuai program
R/menghindari penimbunan cairan
5)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
6)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
7)      Kolaborasi/lanjutkan program EKG
R/mengetahui kelainan jantung
8)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi obat
R/mempercepat proses penyembuhan
2.      Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan klien
3)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
7)      Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran klien
8)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10)  Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
11)  Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
3.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
Intervensi:
1)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
2)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
3)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
4.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
3)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
6)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
3)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi bebar kerja klien
6)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan klien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)      Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan klien
3)      Evaluasi pengetahuan klien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada klien

DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, Jakarta : EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. 1995. Patofisiologi, Jakarta : EGC
Rokhaeni, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta : Harapan Kita
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC

Tidak ada komentar: