Selasa, 26 Juli 2011

KLASIFIKASI KONJUNGTIVITIS

1.      Konjungtivitis Bakteri
a.       Definisi: Konjungtivitis bakteri adalah radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri, mudah menular.
b.      Etiologi: Stafilokok, streptokok, corynebacterium diphtheriae, pseudomonas aeruginosa, neisseria gonorrhoea, dan haemophilus influenzae.
c.       Tanda dan gejala: Konjungtivita bulbi hiperemis, lakrimasi, eksudat dengan sekret mukopurulen terutama di pagi hari, pseudoptosis akibat pembengkakan kelopak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata seperti ada benda asing, dan limfadenopati preaurikular. Kadang disertai keratitis dan blefaritis. Biasanya dari satu mata akan menular ke mata yang lain dan dapat menjadi kronis.
d.      Pemeriksaan Penunjang: Dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas. Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru yang akan menunjukkan diplokok dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram terlihat diplokok gram negatif intra dan ekstraseluler. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan agar darah dan coklat.
e.       Komplikasi: Stafilokok dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis, genokok menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis, dan meningokok dapat menyebabkan septikemia atau meningitis.
f.        Penatalaksaan: Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin, etc. selama 3- 5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata antibiotik spektrum luas tiap jam disertai obat salep mata untuk tidur atau salep mata 4 – 5 kali sehari.
g.       Prognosis: Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu, seperti haemophilus influenzae, adalah penyakit swasima. Bila tidak diobati akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 2 minggu. Dengan pengobatan biasanya akan sembuh dalam 1 -3 hari.
2.      Konjungtivitis Alergika
a.       Definisi: Konjungtivitis Alergika adalah suatu peradangan alergi pada konjungtiva (selaput yang menutupi kelopak mata bagian dalam dan permukaan luar mata). Pada sebagian besar penderita, konjungtivitis alergika merupakan bagian dari sindroma alergi yang lebih luas, misalnya rinitis alergika musiman. Tetapi konjungtivitis alergika bisa terjadi pada seseorang yang mengalami kontak langsung dengan zat-zat di dalam udara, seperti serbuk sari, spora jamur, debu dan bulu binatang
b.      Penyebab: Alergi cenderung merupakan penyakit keturunan.
c.       Tanda dan gejala: Reaksi alergi menyebabkan pelepasan histamin dan pelebaran pembuluh darah di dalam konjungtiva. Bagian putih mata menjadi merah dan bengkak, mata terasa gatal dan berair. Kelopak mata membengkak dan merah.
d.      Diagnosa: Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada cairan hidung banyak ditemukan eosinofilia (salah satu jenis sel darah putih). Tes kulit terhadap alergen yang diduga menjadi penyebab terjadinya reaksi alergi menunjukkan hasil positif.
e.       Pengobatan
1)      Antihistamin per-oral merupakan pengobatan utama untuk konjungtivitis alergika. Antihistamin juga bisa diberikan dalam bentuk tetes mata, yang biasanya dikombinasikan dengan vasokonstriktor untuk mengurangi kemerahan. Tetapi antihistaminnya sendiri maupun sesuatu di dalam larutan tetes mata kadang bisa memperburuk reaksi alergi yang terjadi, sehingga biasanya lebih disukai antihistamin per-oral.
2)      Kromolin (juga tersedia dalam bentuk tetes mata) terutama digunakan sebagai pencegahan jika penderita akan mengadakan kontak dengan suatu alergen. Tetes mata yang mengandung kortikosteroid bisa digunakan pada kasus yang berat, tetapi bisa menyebabkan komplikasi (misalnya glaukoma).
3)      Jika pengobatan lainnya tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka dianjurkan untuk menjalani immunoterapi alergen.
f.        Pencegahan
1)      Mencuci mata dengan cairan pencuci mata yang lunak bisa membantu mengurangi iritasi.
2)      Penderita sebaiknya menghindari bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Selama terjadi konjungtivitis, sebaiknya lensa kontak tidak dipasang.
3.      Konjungtivitis Neonatorum
a.       Definisi: Konjungtivitis Neonatorum (Oftalmia Neonatorum) adalah suatu infeksi pada konjungtiva (bagian putih mata) dan selaput yang melapisi kelopak mata.
b.      Penyebab: Konjungtivitis neonatorum didapat ketika bayi melewati jalan lahir dan organisme penyebabnya adalah bakteri yang biasanya ditemukan di vagina. Paling sering menyebabkan konjungtivitis neonatorum adalah Chlamydia. Bakteri lainnya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Neisseria gonorrhoeae (bakteri penyebab gonore). Virus juga bisa menyebabkan konjungtivitis neonatorum, yang paling sering adalah virus herpes simpleks.
c.       Tanda dan gejala
1)      Konjungtivitis karena Chlamydia biasanya timbul dalam waktu 5-14 hari setelah bayi lahir. Infeksinya bisa ringan atau berat dan menghasilkan nanah (bisa sedikit ataupun banyak).
2)      Konjungtivitis karena bakteri lainnya mulai timbul pada hari ke 4-21, bisa disertai ataupun tanpa pembentukan nanah.
3)      Konjungtivitis karena bakteri gonore timbul pada hari ke 2-5 atau mungkin lebih awal (terutama jika selaput ketuban telah pecah sebelum waktunya dan infeksi sudah mulai timbul sebelum bayi lahir).
4)      Infeksi herpes simpleks bisa hanya menyerang mata atau bisa juga mengenai mata dan bagian tubuh lainnya.
5)      Apapun penyebabnya, kelopak mata dan bagian putih mata biasanya membengkak. Jika kelopak mata dibuka, maka nanah akan mengalir keluar.
6)      Jika pengobatan ditunda, maka bisa terbentuk luka terbuka pada kornea sehingga bisa terjadi gangguan penglihatan.
d.      Diagnosa: Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Untuk menentukan organisme penyebabnya, contoh nanah diperiksa dengan mikroskop atau dibiakkan.
e.       Pengobatan
1)      Untuk mengobati konjungtivitis karena bakteri, diberikan salep yang mengandung polimiksin dengan basitrasin, eritromisin atau tetrasiklin, yang dioleskan langsung ke mata.
2)      Sebanyak 50% bayi yang menderita konjungtivitis klamidia juga menderita infeksi klamidia di bagian tubuh lainnya, kaena itu juga diberikan eritromisin per-oral (melalui mulut).
3)      Konjungtivitis karena virus herpes diobati dengan obat tetes mata atau salep trifluridin dan salep idoksuridin. Juga diberikan obat anti virus asiklovir dengan pertimbangan bahwa virus telah menyebar atau akan menyebar ke otak dan organ lainnya.
4)      Salep kortikosteroid tidak diberikan karena akan memperburuk infeksi klamidia maupun infeksi virus herpes.
f.        Pencegahan: Untuk mencegah konjungtivitis, kepada bayi baru lahir secara rutin diberikan salep atau tetes mata perak nitrat, eritromisin atau tetrasiklin. Kepada bayi yang ibunya menderita gonore diberikan suntikan antibiotik seftriakson.
4.      Konjungtivitis Gonokokal: Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bias menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis gonokokal melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12-48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.
5.      Keratokonjungtivitis Vernalis
a.       Definisi: Keratokonjungtivitis Vernalis adalah peradangan konjungtiva yang berulang (musiman).
b.      Penyebab: Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Keratokonjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.
c.       Tanda dan gejala
1)      Gatal hebat
2)      Mata merah dan berair
3)      Peka terhadap cahaya (fotofobia)
4)      Kotoran mata yang kental dan lengket. Konjungtiva di bawah kelopak mata membengkak dan berwarna pink pucat sampai keabuan, sedangkan konjungtiva lainnya tampak berwarna putih susu. Konjungtiva yang melapisi bola mata tampak menebal dan keabuan. Kadang terjadi kerusakan pada sebagian kecil kornea yang menyebabkan nyeri dan fotofobia hebat. Keseluruhan gejala biasanya menghilang pada musim dingin.
d.      Diagnosa: Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
e.       Pengobatan: Jangan menggisik mata karena bisa menyebabkan iritasi lebih lanjut. Kompres dingin bisa mengurangi gejala. Tetes mata antialergi seperti cromoline, lodoxamind, ketorolac dan levokabastin merupakan pengobatan yang paling aman. Antihistamin oral juga bisa membantu meringankan gejala. Corticosteroid bisa mengurangi peradangan, tetapi sebaiknya tidak digunakan lebih dari beberapa minggu karena bisa menyebabkan peningkatan tekanan pada mata, katarak dan infeksi opportunistik.

DAFTAR PUSTAKA
Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek ed-4. Jakarta: EGC
Raharyani, Dwi Loetfia. 2007. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integument. Jakarta: EGC
Corwin, Elisabeth J. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar: