Senin, 05 Desember 2011

PROSES MENUA PADA SISTEM NEUROLOGIS

Cutillo Schimitter memandang penuaan sebagai suatu evolusi sepanjang kehidupan juga sebagai tehap terakhir, yang memberikan tantangan dan pengembangan kesempatan untuk pertumbuhan, perubahan, dan produktivitas. Status kesehatan, pengalaman hidup, nutrisi, aktivitas dan factor keturunan mempengaruhi proses penuaan.
System neurologis terutama otak adalah suatu factor utama dalam penurunan yang adaptif. Kita mengetahui bahwa neuron-neuron menjadi semakin kompleks dan tumbuh seiring kita dewasa, tetapi neuron-neuron tersebut tidak dapat mengalami regenerasi. Penelitian yang dilakukan baru-baru ini pada otak menunjukkan bahwa walaupun neuron-neuron mengalami kematian, hubungan diantara sel yang tersisa meningkat dan mengisi kekosongan tersebut. Keadaan ini mendukung kemampuan lansia untk terus terlibat dalam tugas-tugas kognitifnya seperti yang dilakukannya pada tahun-tahun sebelumnya walaupun secara perlahan-lahan.
Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian lain dari system saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atropi girus dan dilatasi suklus dan ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen juga telah diketahui akan terjadi selama proses penuaan.
Perubahan pada system neurologis termasuk kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Distribusi neuron kolinergik, nonepinefrin, dan dopamine yang tak seimbang, dikompensasi oleh hilangnya sel-sel menghasilkan sedikit penurunan intelektual. Peningkatan kadar monoamine oksidase dan serotonin dan penurunan kadar nonepinefrin telah dikethui, yang mungkin dihubungkan dengan depresi pada lansia.
Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional. Fungsisistem saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami penurunan secara keseluruhan. Plak senilis dan kekusutan neurofibril berkembang pada lansia dengan dan tanpa demensia. Akumulasi pigmen lipofusin neuron menurunkan kendali system saraf pusat terhadap sirkulasi. Kongesti system saraf diperkirakan dapat menurunkan aktivitas sel dan sel kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan dirinya sendiri. Semakin aktif sel tersebut semakin sedikit lipofusin yang disimpan.
Obat-obatan, penurunan oksigen, asupan vitamin E yang rendah dan sirosis adalah factor eksternal yang mempengaruhi penyimpanan lipofusin yang mendorong terjadinya kerusakan neuron. Bersama dengan kerusakan ini terjadi pula penurunan sistesis protein dan kemampuan hipotalamus untuk mengatur produksi panas.
1.Fisik
Dampak dari penuaan pada SSp sukar untuk ditentukan, karena hubungan fungsi system ini dengan system tubuh yang lain. Dengan gangguan perfusi dan terganggunya aliran darah serebral, lansia berisiko lebih besar untuk mengalami kerusakan serebral tambahan, gagal ginjal, penyakit pernafasan dan kejang. Terdapat penurunan aliran darah sel saraf serebral dan metabolisme yang telah diketahui. Dengan penurunan kecepatan konduksi saraf, refelks yang lebih lambat, dan respon yang tertunda untuk berbagai stimulus yang dialami; maka terdapat pengurungan sensasi kinestetik. Karena perubahan fisiologis dalam sistem persarafan yang terjadi selama penuaan, siklus tidur bangun mungkin berubah. Perubahan tidur yang diketahui adalah meningkatnya fase laten tidur, bangun pada dini hari, dan meningkatnya jumlah waktu tidur siang hari. Hilangnya pengaturan sirkadian tidur efektif yang diketahui berhubungan dengan peningkatan keadaan terbangun selama tidur dan gabungan jumlah waku terbangun sepanjang hari.
2.Fungsional
Defisit fungsional pada gangguan neurologis mungkin berhubungan dengan penurunan mobilitas pada klien lansia yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, rentang gerak dan kelenturan. Dengan berkurangnya kebebasan gerak, lansia mungkin memiliki kesukaran berdandan, toileing, dan makan. Penurunan pergerakan mungkin merupakan akibat dari kifosis, pembesaran sendi-sendi, kekejangan dan penurunan tonus otot, atropi dan penurunan seerabut otot, dengan jaringan fibrosa secara berangsur-angsur menggantikan jaringan otot. Dengan penurunan massa otot, kekuatan, dan pergerakan secara keseluruhan, lansian mungkin memperlihatkan kelemaan secara umum. Treomr otot mungkin di dihubungkan dengan degenerasi sistem ekstrapiramidal. Kekejangan dapat diakibatkan oleh cedera motor neuron di dalam SSP. Kejang yang berat dapat mengakibatkan berkurangnya fleksibilitas, postur tubuh, dan mobilitas fungsional juga nyeri sendi, kontraktur dan masalah perawatan dan higiene.
Tendon dapat mengalami sklerosis dan penyusutan, menyebabkan suatu penurunan hentakan tendon. Refleks pada umunya tetap ada pada lutut, berkurang pada lengan dan hampir secara total hilang pada abdomen. Defisit mobilitas fungsional dan pergerakan membuat lansia menjadi sangat rentn untuk mengalami gangguan integrasi kulit dan jatuh.
3.Kognisi-Komunikasi
Perubahan kognisi dan komunikasi premorbid, kemampuan intelektual, dan gaya belajar merupakan data yang penting digunakan untuk rencana perawatan yang ralistic untuk klien lansia. Sejumlah hambatan komunikasi mungkin terjadi sebagai akibat dari penyusutan dan penurunan neuron-neuron fibril dan neurotransmiter-asetilkolin. Gangguan pengecapan, perabaa, penciuman, sensasi nyeri, temperatur dan merasakan posisi sendi dapat mengubah komunikasi dan persepsi yang kita alami.
Memori mungkin berubah dalam proses penuaan. Pada umumnya, memori untuk kejadian masa lalu lebih banyak diretensi dan lebih banyak di ingat daripada informasi yang masih baru. Deprivasi sensori dapat diakibatkan oleh kerusakan pada pusat serebral yang bertanggung jawab untuk memproses stimulus. Halusinasi, disorientassi dan konfusi mungkin menyebabkan deprivasi sensori, bukan kemampuan mental. Sensasi dan persepsi dapat berkurang lebih jauh lagi ketika obat depresan SSP digunakan dalam terapi farmakologis.
Beban sensori yang berlebihan dapat diakibatkan oleh penurunan kemampuan klien untuk menanggapi rangsangan. Klien mungkin tidak mampu untuk menyimpan informasi baru, yang dapat menyebabkan lebih banyak frustasi dan lebih sedikit toleransi untuk aktivitas sehari-hari. Agresi dan agitasi dapat terjadi sebagai gejala dari kelebihan sensoris.
Agnosia adalah ketidakmampuan mengenali objek yang umum (sisir, sikat gigi, cermin) dengan menggunakan salah satu indra, walaupun indra tersebut masih utuh. Agnosia penglihatan, pendengaran dan taktil terjadi ketika ada kerusakan pada lobus pariental dan oksipital, girus presental, daerah prieto-oksipital dan korpus kolosum.
Afasia adalah ketidakmampuan untuk menggunakan kata-kata yang memiliki arti dan kehilangan kemampuan mengerti bahasa lisan. Terdapat disitegrasi fonetik, somatik, atau sntaksis yang diketahui pada tingkat produksi atau tingkat pemahaman dalam berkomunikasi.
Apraksia adalah suatu ketidakmampuan untuk menunjukkan suatu aktifitas yang dipelajari yang memiliki fungsi motorik yang diperlukan. Misalnya kesalahan penggunaan kata-kata dalam menyebutkan hal-hal tertentu dan ketidakmampuan untuk mengenali dan menyebutkan objek umum dan orang yang dikenali.
Defisit memori, afasi dan kebingungan merupakan suatu tantangan pada lansia dengan demensia. Pendekatan multidisiplin yaitu dengan menyertakan alat bantu memori (arloji, jam, pengatur waktu) latihan motorik oral, modifikasi eksternal tentang pengaturan dan suatu lingkungan yang memperkenalkan penglihatan, suara, bau dan pengalaman-pengalaman yang dikenal oleh klien, dapat mempertahankan
Lansia tetap berhubungan dengan lingkungannya.
4.Persepsi Sensori
Panca indra mungkin menjadi kurang efisien dengan adanya proses penuaan, bahaya bagi keselamtan, aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) yang normal dan harga diri secara keseluruhan. Pada indra penglihatan terjadi penurunan kemampuan akomodasi yang menyebabkan kesukaran dalam membaca huruf-huruf yang kecil. Kontriksi pupil sinilis mengakibatkan penyempitan lapang pandang. Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi menguning mengakibatkan sensitif terhadap cahaya, penurunan penglihatan di malam hari.
Pada pendengan mungkin mengalami penurunan fungsi sensorineural secara lambat yang akan menyebabkan pendengaran secara bertahap menghilang. Pada proses penuaan lansia bisa saja mengalami beberapa gangguan pada persepsi sensori yang diakibatkan oleh menurunnya fungsi indra tersebut. Keadaan yang sering di alami oleh lansia pada persepsi sensori adalah halusianasi.
5.Psikososial
Defisit neurologis yang menyebabkan penarikan diri, isolasi dan rasa asing mungkin menyebabkan klien lansia lebih bingung dan mengalami disorientasi. Hilangnya fungsi tubuh dan gangguan gambaran diri mungkin turut berperan terhadap hilangnya harga diri klien. Prubahan fisik dan sosial yang terjadi bersamaan tidak dapat dipisahkan dari perubahan psikologis selama proses penuaan. Sebagai contoh, perubahan organ sensori dapat menghalangi interaksi dengan lingkungan, mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Status kesehatan umum, faktor genetik, dan pencapaian pendidikan dan vokasional juga berpengaruh dalam fungi psikologis seseorang.

Tidak ada komentar: