Sabtu, 28 Januari 2012

ASUHANKEPERAWATAN/KEBIDANAN PADA KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A.Pengumpulan Data
1.Anamnesa
Pada pengkajian masalah pertama yang dikaji adalah masalah identitas karena didalam identitas yang terkait dengan kasus KET adalah umur karena kasus KET banyak terjadi pada wanita dengan usia kurang lebih 30 tahun hal ini sesuai dengan buku ilmu kebidanan edisi kedua Hal. 323-334.
Pada kasus KET keluhan utama yang biasa dirasakan klien adalah seperti halnya kehamilan normal biasanya yaitu amenore, ibu juga merasakan nyeri pada perut, bahkan klie dapat terjadi syok,klien juga mengalami perdarahan yang berulang dengan warna darah hitam, selain itu pasien juga merasakan nyeri bahu dan leher karena iritasi diagframa hal ini sesuai dengan buku obstetri patologi universitas padjajaran 1984.
Pada riwayat hidup dan riwayat lainnya kasus KET sama degan yang lainnya, sedangkan pada riwayat kehamilan sekarang uterus membesar karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Hal ini sesuai dengan Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.

2.Pemeriksaan
Pemeriksaan pada kasus KET pada dasarnya masih dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan fisik infeksi Penderita tampak kesakitan dan pucat, saat palpasi terdapat nyri tekan karena uterus yang tegang, pada pemeriksaan ginekologi pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan, Pemeriksaan ultra sonografi Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pastinya ialah apa bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalam nya tampak denyut jantung janin.
Pada pemeriksaan laboratorium pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu terutama ada tanda perdarahan dalam ronggan perut. Hal ini sesuai dengan buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.

B.Interpretasi Data
Pada data subyetif klien mendapatkan gejala – gejala pada kehamilan muda adanya nyeri perut serta adanya perdarahan yang kontinue dan berwarna hitam. Pada data objektif palpasi ada nyeri tekan karena uterus yang tegang dan DJJ positif, ada pembesaran uterus hal ini sesuai dengan teori Sarwono Prawirohardjo, pada buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.

C.Diagnosa dan masalah potensial
Adanya diagnosa banding pada KET dapat terjadi abortus Abortus imminens, Penyakit radang panggul (akut / kronik), torsi kista ovaril, hal ini sesuai dengan Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.

D.Identifikasi kebutuhan terhadap tindakan
Rujuk pasien dan kolaborasi denngan dokter Sp. OG

E.Perencanaan
Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan tindakan operatif gawat darurat. Darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus dihentikan. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung). Tindakan dapat berupa: Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik ulangan).
Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri anti biotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas. Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan: Ketoprofen 100 mg supositoria. Tramadol 200 mg IV.) Pethidin 50 mg IV (siapkan anti dotum terhadap reaksi hipersensitivitas). Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari. Konseling pasca tindakan seperti Kulanjutan fungsi reproduksi. Resiko hamil ektopik ulangan. Kontrasepsi yang sesuai. Asuhan mandiri selama dirumah. Jadwal kunjungan ulang. Hal ini berdasarkan Sarwono Prawirohardjo, dalam buku Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal tahun 2002.
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit. Hal ini berdasarkan buku Ilmu Kandungan Edisi kedua, 1999.

F.Pelaksanaan
Sesuai dengan perencanaan

G.Evaluasi
Sesuai dengan pelaksanaan

Tidak ada komentar: