1.Pengertian
“Urolithiasis merujuk pada adanya kalkuli (batu) dalam urinari tract, sedang nephrolitiasis menggambarkan bahwa kalkuli terbentuk dalam parenkim ginjal” (Ignativicius, 1995).
Urolithiasis adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya batu di satu atau beberapa tempat di sepanjang collecting system (Munver & Preminger, 2001).
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran air kemih mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior (Gardjito, 1994).
2.Faktor yang mempengaruhi
a.Anatomi: Sistem perkemihan (urinari) terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas di sepanjang kolumna vertebra. Pada posisi supine ginjal terletak antara vertebra thorakal XII – vertebra lumbal III, pada saat posisi trendelenberg posisinya bisa naik ke atas sampai ruang intercosta X, sedangkan pada saat berdiri letak ginjal bisa turun sampai di atas permukaan sacroiliaka. Karena adanya hepar, ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri.
Bentuk ginjal menyerupai kacang mente dengan sisi cekungnya menghadap ke medial dan disebut sebagai hilus renalis, yaitu tempat struktur – struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinik didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram atau kurang lebih 0,4 % dari berat badan. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut true capsule (kapsula fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenalis yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang berfungsi menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta menghambat ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma, di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ – organ intraperitoneal. Ginjal kanan di kelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon. Secara anatomik jaringan parenkim ginjal terdiri atas: Korteks dan medula. Bagian korteks merupakan bagian luar yang berhubungan langsung dengan kapsul, sedang medula merupakan bagian dalam yang berada di bawah korteks. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, terdapat 12 sampai 18 piramida tiap ginjal. Kolumna dari Bertin merupakan tonjolan korteks ke dalam medula dan memisahkan medula. Ujung atau bagian akhir piramida disebut papila yang menyalurkan urine yang terbentuk ke dalam ‘collecting system’ dan berhubungan dengan kaliks minor. Beberapa kaliks minor bergabung membentuk kaliks mayor, dimana kaliks mayor akan bergabung lagi membentuk pelviks renal yang terletak di atas ureter. Aliran darah ke ginjal berasal dari arteri renal, merupakan arteri tunggal (end artery) cabang dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena cava inferior. Saluran getah bening (limfe) dari ginjal mengalir ke kelenjar limfe di hilus renalis selanjutnya ke kelenjar limfe paraaorta. Persyarafan dari ginjal dilaksanakan oleh sistem otonom, yaitu simpatis dan parasimpatis. Bila diperiksa secara histologik maka ginjal terdiri dari satuan unit fungsional yang disebut nefron, masing-masing ginjal terdapat 1 juta sampai 1,25 juta nefron, semua berfungsi sama dan independen. Tiap nefron terbentuk dari dua komponen utama : (1) Glomerulus dan Kapsula Bowman’s, tempat air dan larutan difiltrasi dari darah dan (2) Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrat dan memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam ‘filtrat’ (material hasil filtrasi glomerulus) dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urine. Glomerulus terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat suplai nutrisi dari arteriole afferen dan diperdarahai oleh arteriole afferen. Glomerulus dikelilingi oleh kapsula bowman’s, arteriole efferen mensuplai darah ke kapiler peritubuler. Cairan filtrat dari kapiler masuk ke kapsula kemudian mengalir ke dalam sistem tubular, yang terdiri atas empat bagian: (1) Tubulus Proksimus, (2) Ansa Henle , (3) Tubulus Distalis dan Tubulus kolegentes. Berdasarkan letak nefron pada massa ginjal, ada dua tipe nefron: nefron kortikal dan nefron jukstamedular. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal, nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang menembus ke dalam medula dengan jarak dekat. Nefron jukstamedular kira-kira 20 % sampai 30 % mempunyai glomerulus dan terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medula, nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula, pada beberapa tempat semua berjalan ke ujung papila renal. Struktur vaskuler yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler peritubular yang luas, sedangkan pada nefron jukstamedular, arteriol efferen panjang akan meluas dari glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-kapiler peritubular khusus yang disebut vasa rekta, meluas ke bawah menuju medula dan terletak berdampingan dengan ansa henle. Seperti ansa henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya kedalam vena kortikal; jaringan kapiler khusus dalam medula ini memegang peranan penting pembentukan urine pekat (Ignatavicius,1995).
b.Fisiologi: Ginjal menjalankan berbagai fungsi penting untuk mempertahankan homeostasis, antara lain:
1)Pengeluaran cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa serta pengeluaran nitrogen dan produk sisa.
2)Aktivitas hormonal: Melalui efek beberapa hormon dan pengaturan keseimbangan cairan, ginjal juga ikut mengatur tekanan darah.
3)Fungsi regulasi/pengaturan: Proses fisiologis yang terlibat dalam pengaturan lingkungan interna adalah termasuk: Filtrasi glomerulus, Reabsorpsi tubular, dan Sekresi tubular. Adapun mekanisme masing-masing proses di atas meliputi: Difusi, Transport aktif, Osmosis, dan Filtrasi.
a.Filtrasi glomerulus: Merupakan proses penting dalam pembentukan urine. Sewaktu darah mengalir dari arteriole afferen masuk glomerulus, sejumlah air, elektrolit dan zat terlarut (seperti creatinin, urea nitrogen dan glukosa) difiltrasi melewati membran glomerular masuk kapsul bowman’s membentuk filtrat. Substansi dan berat molekul lebih dari 69.000 terlalu besar untuk melewati membran dan merupakan subyek terjadinya ’penolakan elektrostasis’ pada membran kapiler glomerulus (Guyton, 1991), sehingga substansi seperti protein-albumin, globulin dan SDM normalnya tidak terdapat dalam filtrat. Adanya tekanan positif memungkinkan terjadinya filtrasi glomerulus. Tekanan hidrostatik merupakan tekanan utama yang mendukung terjadinya ultrafiltrasi darah dimana ada tekanan yang melawan filtrasi glomerulus, yaitu tekanan onkotik plasma dari darah di dalam glomerulus dan tekanan filtrat tubular dari filtrat di dalam kapsul bowman’s. Filtrat glomerulus terjadi apabila tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan oposisinya (tekanan onkotik plasma dan filtrat tubular). Ginjal mempunyai kemampuan autoregulasi untuk mempertahankan atau mengatur tekanan dan aliran darah ginjal, sehingga memungkinan Glomerular Filtration Rate (GFR) berjalan relatif konstan dimana otot polos arteriole afferen dan efferen bertanggung jawab dalam proses ini. Hal ini dapat kita lihat, meskipun tekanan darah sistemik darah meningkat dan dapat meningkatkan GFR, namun vasodilatasi dari arteriole afferen akan menurunkan tekanan darah ke ginjal, sehingga GFR berlangsung konstan. Hal yang sama juga terjadi apabila tekanan darah sistemik menurun, maka akan terjadi vasokonstriksi arteriole afferen, sehingga tekanan darah ke ginjal naik, akibatnya filtrasi tetap berlangsung tanpa perubahan yang besar. Autoregulasi akan terjadi selama tekanan sistolik dipertahankan antara 75 sampai 160 mmHg (Guyton, 1991). Setiap hari sekitar 180 liter terbentuk filtrat dari glomerulus atau normalnya GFR berkisar 125 ml/menit, dari sejumlah tersebut hanya sekitar 1 sampai 2 liter yang dikeluarkan sebagai urine.
b.Reabsorpsi tubular: Merupakan proses kedua yang juga ikut mempertahankan konsentrasi plasma normal dan pengeluaran cairan serta solut melalui urine secara tepat. Sewaktu filtrat mengalir melalui komponen tubular dari nefron, sejumlah air, elektrolit dan solut lain direabsorpsi oleh tubuh. Reabsorpsi terjadi dari filtrat yang berada dalam lumen tubular masuk ke dalam kapilar peritubuler atau vasa rekta. Di dalam tubulus proksimal direabsorpsi sekitar 65 % dari filtrat.
Reabsorpsi air: lebih dari 99 % filtrat air direabsorpsi kembali oleh tubulus ke dalam tubuh. Beberapa proses juga membantu ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan antara lain kemampuan mempertahankan interstisial medula hipertonik dan kemampuan memproduksi variasi dalam volume urine. Sebagian besar air direabsorpsi dari filtrat ke dalam plasma saat melewati tubulus proksimal, saat filtrat berada pada pars desenden air juga direabsorpsi. Pada pars asenden yang berdinding berdinding tipis, sodium dan klorida secara aktif direabsorpsi, akan tetapi dindingnya tidak permeabel terhadap air, sehingga cairan jaringan interstisial medula menjadi hipertonik. Pada saat filtrat melewati tubulus distal reabsorpsi air juga terjadi karena dindingnya permeabel terhadap air. Dinding membran tubulus distal dapat menjadi lebih permeabel terhadap air atas pengaruh vasopresin (ADH). ADH meningkatkan permeabilitas membran terhadap air dan meningkatkan reabsorpsi air. Aldosteron juga mengubah permeabilitas membran, aldosteron meningkatkan reabsorpsi sodium dalam tubulus distal; sedangkan reabsorpsi air terjadi sebagai hasil perpindahan sodium.
Reabsorpsi solut : sebagian besar sodium, clorida dan air direabsorpsi sewaktu di tubulus proksimal dan reabsorpsi yang sama juga terjadi pada tubulus koligentes dan biasa terjadi atas pengaruh aldosteron. Potassium utamanya direabsorpsi pada tubulus proksimal dimana 20 % sampai 40 % potassium direabsorpsi pada pars asenden yang berdinding tebal. Bikarbonat, kalsium dan phospat utamanya juga direabsorpsi pada tubulus proksimal dan sebagian pada pars asenden dan tubulus distal. Reabsorpsi bikarbonat menjadi dasar penetralan asam dalam plasma dan membantu mempertahankan pH serum normal. Kalsitonin dan paratiroid hormon (PTH) juga mempengaruhi reabsorpsi dan sekresi kalsium. Magnesium terutama direabsorpsi pada pars asenden dinding tebal dan sebagian kecil pada tubulus proksimal. Biasanya ambang batas ginjal terhadap glukosa adalah pada tingkat kadar glukosa serum sekitar 220 mg/dl. Normalnya hampir semua glukosa dan beberapa asam amino atau protein yang difiltrasi kemudian direabsorpsi kembali, sekitar 50 % dari urea yang ada difiltrat difiltrasi dan tidak ada kreatinin yang diabsorpsi.
c.Sekresi tubular: Sekresi tubular adalah proses ketiga dalam pembentukan urine dan merupakan perpindahan substansi dari plasma ke dalam filtrat tubular. Selama sekresi tubular, molekul – molekul mengalir dari kapiler peritubular melewati membran kapiler masuk ke dalam sel di sekitar tubular. Sebuah pertukaran molekul secara konstan dan reaksi koreksi kimia memungkinkan pengeluaran hydrogen (melalui ammonium klorida), pelepasan potassium dari tubuh dan regenerasi bikarbonat.
4)Fungsi hormonal: Ginjal memproduksi beberapa hormon yang signifikan mempengaruhi fisiologi, antara lain:
a.Produksi erythropoetin: Erythropoetin diproduksi dan dikeluarkan sebagai respon terhadap penurunan tekanan oksigen pada suplai darah ginjal. Erythropoetin menstimuli pembentukan SDM dalam sumsum tulang. Saat massa parenkim ginjal menurun; produksi erythropoetin juga menurun.
b.Aktivasi vitamin D: Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25-Dihidroksi vitamin D3, dimana bentuk aktif ini diperlukan pada pengaturan kalsium dan phospat.
c.Produksi renin: Renin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah. Renin dibentuk dan dikeluarkan apabila ada penurunan dalam aliran darah, volume atau tekanan dalam arteriole serta apabila adanya penurunan konsentrasi ion sodium yang dideteksi oleh reseptor jukstaglomerular. Angiotensinogen yang dihasilkan oleh hati diaktifkan oleh angiotensinogen I pada waktu terdapatnya renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I menjadi bentuk aktif; angiotensinogen II. Angotensinogen II merupakan vasokonstriktor yang kuat yang juga merangsang dikeluarkannya aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron meningkatkan reabsorpsi sodium oleh ginjal, air mengikuti sodium, berdampak peningkatan volume darah.
d.Produksi prostaglandin: Prostaglandin diproduksi salah satunya termasuk dalam parenkim ginjal. Prostaglandin dibentuk dari metabolisme asam arakidonik yang merupakan derivat dari asam lemak. Protaglandin spesifik yang diproduksi dalam korteks renal adalah prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2). Prostaglandin ini memegang peranan dalam pengaturan filtrasi glomerulus, resistensi vaskular dan produksi renin. Di dalam medulla PGE2 mempengaruhi tubulus distal dan koligentes dalam menghambat sekresi ADH, menurunkan permeabilitas membran, meningkatkan sekresi sodium dan air.
3.Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme, meskipun belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun beberapa teori menyebutkan diantaranya teori inti matriks, teori supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori berkurangnya faktor penghambat. Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu, namun hanya kurang dari 10 % yang membentuk batu. Supersaturasi filtrat diduga sebagai faktor utama terbentuknya batu, sedangkan faktor lain yang dapat membantu yaitu keasaman dan kebasaan batu, stasis urine, konsentrasi urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat, sitrat dll). Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat, oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine. Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau ‘urea splitter’, yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya mengandung magnesium, amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang ditemui di Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang herediter (Purnomo, 2000). Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi ini akan memudahkan terjadinya supersaturasi, sebagai contoh pada seseorang yang mengalami immobilisasi yang lama maka akan terjadi perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya kadar kalsium serum akan meningkat sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine. Dari sini apabila intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi, maka supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium sangat besar. pH urine juga dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan sistin cenderung terbentuk pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk pada suasana urine basa, adapun batu kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH urine. Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Ignatavicius, 1995). Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo, 2000). Batu yang besar dan menyumbat saluran kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis. Peningkatan tekanan akibat obstruksi menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks renalis dan medulla dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urin stasis yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada. Sebagian urin dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan tubulus getah bening yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang banyak. Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua belah ginjal berdampak kepada kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal berfungsi adekuat dan urin masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan infeksi akan menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul (dull pain), mual, muntah dan perkembangan hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan nyeri ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel. Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan rasa nyeri kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan paha yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos pada ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat diredakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak lambung dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat terganggu, mual dan muntah merupakan ancaman gajala uremia (Long, 1996).
4.Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang meliputi : herediter, umur dan jenis kelamin. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berasal dari lingkungan sekitar meliputi : faktor geografi, iklim-temperatur, asupan air, diit dan pekerjaan (Purnomo, 2000).
5.Dampak masalah
Adapun dampak masalah yang dapat terjadi pada penderita batu saluran kemih sebelum dilakukan pembedahan meliputi:
a.Bagi penderita: Dapat berdampak pada beberapa aspek, meliputi:
1)Biologi:terjadi gangguan sistem urinari (perubahan pola berkemih), sistem pencernaan (mual/muntah, diare) (Doenges, 1999).
2)Psikologi: timbul kecemasan, ketakutan akibat proses penyakit maupun hospitalisasi (Engram, 1998).
3)Sosial: dapat terjadi perubahan peran, pekerjaan dan aktifitas harian lainnya (Engram, 1998).
4)Spiritual: dapat timbul hambatan dalam aktifitas spiritual
5)Bagi keluarga: Adanya gangguan/perubahan peran dalam keluarga akan mengakibatkan perubahan pada proses/aktifitas keseharian keluarga, juga akan timbul kecemasan akibat proses penyakit maupun biaya pengobatan.
6.Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah batu yang telah menimbulkan : obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparaskopi atau pembedahan terbuka.
7.Endourologi
Merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Sedangkan pemecahnya dapat dilakukan secara mekanik dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan energi laser. Salah satu tindakan endourologi adalah PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy) (Purnomo, 2000).
PNL: Yaitu ekstraksi batu yang berada pada saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit (kurang lebih 1 cm), batu biasanya dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu dan biasa dikombinasi dengan ESWL (Soebandi, 1999). PNL biasanya diindikasikan untuk batu ginjal yang keras, lebih dari 2 cm, batu staghorn, batu yang berada di kaliks inferior; kaliks medius; pielum dan UPJ atau batu yang gagal dengan tindakan ESWL (Munver & Preminger, 2001). Untuk persiapan penderita tindakan PNL, sebagaimana tindakan pembedahan lainnya meliputi persiapan kulit, persiapan GI tract (puasa/klisma), evaluasi pra bedah meliputi pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, faal hati, gula darah, faal hemostasis, urine lengkap, biakan dan tes sensitifitas urine, foto polos abdomen serta IVP, USG bila perlu, serta EKG dan foto thoraks. Pra bedah pada waktu premedikasi diberikan antibiotika profilaksis dengan ampissilin 1 gram secara intravena, atau dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil biakan urine. Anestesi diberikan secara regional (subarakhnoid atau peri/epidural) atau umum (Soebandi, 1999). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan PNL adalah perdarahan, infeksi dan ekstravasasi urine (Nettina, 1996).
Sabtu, 28 Januari 2012
LAPORAN PENDAHULUAN UROLITHIASIS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar