Senin, 27 Februari 2012

EMFISEMA

A.PENGERTIAN EMFISEMA
Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.
Sedangkan merurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk paling berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) yang dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar sehingga menyebabkan banyak bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).

B.ETIOLOGI EMFISEMA
Menurut Brunner & Suddarth (2002), merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat predisposisi familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tnpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara ganetik sensitive terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami gejala-gejala obstruktif kronik.

C.KLASIFIKASI EMFISEMA
Terdapat dua jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru, yaitu :
1.Emfisema sentrilobular (CLE) atau sentrocinar
Secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius. Dinding mulai berlubang, membesar, bergabung, dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding mengalami integrasi. Penyakit ini seringkali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tetapi akhirnya cenderung tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.
2.Emfisema panlobular (PLE) atau panlocinar
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bonkiolusterminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. Jika Penyakit makin parah, maka semua koponen asinus sedikit demi sedikit menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa lembar jaringan saja yang biasanya berupa pembuluh-pembuluh darah. PLE mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata di seluruh paru-paru meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah, mempunyai dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktifitas dan penurunan berat badan.

D.MANIFESTASI KLINIK EMFISEMA
1.Dispnea
2.Pada inspeksi, pasien biasanya tampak mempunyai barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, dan pernafasan dengan bibir dirapatkan
3.Ditemukan hiperesonansi dan penurunan fremitus ditemukan pada seluruh bidang paru
4.Pada auskultasi, menunjukkan tidak terdengarnya bunyi nafas dengan krekles, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
5.Pada tahap lanjut akan terjadi hipoksemia (kadar O2 rendah) dan hiperkapnia (kadar CO2 tinggi)
6.Anoreksia
7.Penurunan berat badan
8.Kemungkinan terjadi distensi vena leher selama ekspirasi

E.PENATALAKSANAAN EMFISEMA
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia.
1.Bronkodilator
Digunakan untuk mendilatasi jaln nafas karena preparat ini melawan baik edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan nafas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.medikasi ini mencakup agonis betha-adrenergik (metaproterenol, isoproterenol dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melaui mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser balon-genggam, nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis terukur, atau IPPB.
2.Terapi aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-dalam di dalam percabangan trakeobronkial. Aerosol yang dinebuliser menhilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
3.Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia, H. Influenzae, dan Branhamella catarrhalis adalah organisme yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atautrimetroprim-sulfametoxazol (bactrim) biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi pernafasan, seperti dibuktikan dengan sputum purulen, batuk meningkat, dan demam.
4.Kortikosteroid
Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam pengobatan emfisema. Kortikosteroid digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasa diresepkan. Dosis disesuaikan untuk menjaga pasien pada dosis yang terendah mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal dan peningkatan nafsu makan. Jangka panjang, mungkin mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan pembentukan katarak.
5.Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2 hingga antara 65 – 85 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per hari, dengan 24 jam per hari lebih baik.

F.DIAGNOSA EMFISEMA
1.Gangguan pertukaran gas b.d. gangguan suplai oksigen, obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara
2.Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. peningkatan produksi sekret, bronkokontriksi
3.Pola nafas tidak efektif b.d. nafas pendek, adanya sekret, bronkokontriksi, iritan jalan nafas
4.Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual/muntah
5.Resiko tinggi infeksi b.d. penurunan kerja silia, menetapnya sekret
6.Intoleransi aktifitas b.d. keletihan, hipoksemia, dan pola nafas tidak efektif

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 buku II. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar: