Selasa, 28 Februari 2012

LABIO/PALATOSKISIS

A.PENGERTIAN LABIO/PALATOSKISIS
Labio / palatoskisis merupakan kelainan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Kedua keadaan ini di bahas bersama karena berhubungan sangat erat. Kelainan ini diduga terjadi pada sekitar satu dalam 1000 kelahiran. Deformitas terbagi menjadi 3 kategori:
1.Sumbing pra alveolar, di mana yang terlibat adalah bibir, atau bibir dengan hidung (derajat empat)
2.sumbing alveolar, dimana sumbing melibatkan bibir, tonjolan alveolar dan biasanya palatum (derajat tiga)
3.Sumbing pasca alveolar, dimana sumbing terbatas hanya pada palatum (derajat pertama dan kedua)
Palatoskisis lebih serius proknosanya dibandingkan dengan labio skisis. Dari bentuknya yang terletak diantara nasofaring dengan hidung , sehingga menimbulkan masalah dalam hal makan , memudahkan infeksi saluran pernafasan dan infeksi telinga tengah.
Labioskisis atau clelf lip dapat terjadi berbagai derajat malformasi, mulai dari yang ringan pada tepi bibir di kanan, di kiri atau kedua tepi bibir dari garis tengah, sampai sumbing yang lengkap berjalan hingga ke hidung. Terdapat variasi lanjutan dari cacat yang melibatkan palatum.

B.ETIOLOGI LABIO/PALATOSKISIS
1.Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
2.Fraktur herediter
3.Genetik : abnormal kromosom (trisomy 13 syndrome), mutasi gen
4.Lingkungan : teratogen (agen atau factor yang menimbulka cacat pada masa embrio :asam folik, antagonis atau anti kejang)
5.Perubahan konsentrasi glukortikoid dan perubahan faktor pertumbuhan epidermal

C.PATOFISIOLOGI LABIO/PALATOSKISIS
Tahap penting dalam pembentukan bibir, palatum, hidung dan rahang, terjadi pada 9 minggu pertama kehidupan embrio. Mulai sekitar minggu kelima umur kehamilan, prosesus maksilaris tubuh kearah anterior dan medial, dan menyatu dengan pembentukan prosesus fronto nasal pada dua titik tepat dibawah lubang hidung dan membentuk bibir atas. Sementara itu palatum dibentuk oleh proses prosesus palatal dari prosesus maksilaris yang tumbuh kearah medial untuk bergabung dengan septum nasalis pada garis tengah, kira – kira pada umur kehamilan 9 minggu.
Kegagalan pada proses yang kompleks ini dapat terjadi dimanapun pada tahap pembentukannya, yang akan menghasilkan celah kecil samapai kelainan hiper dari bentuk wajah. Ada kemungkunan yang terkena bibir saja atau dapat meluas sampai kelubang hidung, atau mengenai maksila dan gigi. Kelainan celah palatum yang paling ringan hanya melibatkan uvula atau bagian lunak palatum. Celah bibir dan palatum bisa terjadi secara terpisah atau bersama- sama bercampurnya jenis kelainan bibir, maksila dan palatum akan menyebabkan kesulitan pembedahan.

Dewasa ini malformasi palatum dan bibir tengah telah dipelajari secara mendalam, sebagai model dari tahap morfogenesis normal dan abnormal pada system perkembangan yang kompleks. Hal ini terlihat secara relative, dari tingginya angka kejadian kelainan ini, bahwa pengaturan morfogenesis palatum sangat sensitive terhadap gangguan genetic dan lingkungan:
1.Genetic : Trysomi13 atau sindroma patau dihubungkan dengan pembentukan celah yang lebar dari bibir dan maksila.
2.Linkungan : efek tetratogen menyebabkan celah bibir atau celah palatum.

Ada beberapa factor selular yang terlibat dalam penyatuan prosesus fronto nasal dan maksilar. Diferensiasi sel epitel pada prosesus palatal mempunyai peranan penting pada proses penyatuan. Mekanisme terpenting diperantarai sel mesenkim dan prosesus palatal yang menginduksi diferensiasi sel epitel untuk membentuk baik sel epitel nasal bersilia maupun sel epitel sekuamosa bucal. Pada tikus telah ditemukan bahwa konsentrasi glukortikoid yang fisiologis, factor tubuh epidermal diperlukan untuk mencapai bentuk normal yang perubahan konsenyrasinya dapat menebabkan celah pada palatum.

D.TANDA DAN GEJALA LABIO/PALATOSKISIS
1.Pada Labioskhzis pada bayi dan anak
a.Distoersi pada hidung
b.Tampak sebagian atau keduanya
c.Adanya celah pada bibir
d.Pada bayi terkadang ada gangguan menghisap puting susu
e.Gangguan bicara, dapat terjadi karena penurunan fungsi otot akibat celah akan mempengaruhi bicara, bahkan menghambatnya. Terutama dalam mengucapkan huruf konsonan
2.Pada Palatoskisis pada bayi dan anak
a.Tampak ada celah pada tekak (ovula), palato lunak, dank eras dan atau foramen incisive.
b.Adanya rongga pada hidung
c.Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
d.Kesukaran dalam menghisap asi (bayi) atau makan atau minum pada anak.
e.Gangguan bicara (keterangan = gangguan bicara pada labioskisis).
f.Aspirasi

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG LABIO/PALATOSKISIS
1.Foto Rontgen
2.MRI ( Magnetic Resonance Imaging) untuk evaluasi abnormal

F.KOMPLIKASI LABIO/PALATOSKISIS
1.Gangguan pendengaran
2.Otitis media
3.Distres pernapasan
4.Resiko infeksi saluran pernapasan
5.Pertumbuhan dan perkembangan yang lambat

G.PENATALAKSANAAN BEDAH LABIO/PALATOSKISIS
1.Perawatan Pra Bedah Labio/ Palatoskisis
a.Ditegakkannya pemberian makanan. Jika ada kesukaran saat pemberian Asi atau susu botol maka dapat menggunakan sendok. Inhalasi susu perlu dicegah dengan menyediakan alat penyedot. Pemberian makanan ini diharapkan bayi tidak dalam keadaan anemis, fisiknya baik, bertambah berat badannya.
b.Tameng anti biotika harus diberikan. Untuk menjamin pada masa bedah maupun pasca bedah tidak mengalami bahaya oleh mikroorganisme.
2.Perawatan Pasca Bedah Labio/ Palatoskisis
a.Immobilisasi
b.Sedasi
c.Pembalutan garis sedasi. Garis jahitan ditinggal tanpa penutup, kebersihan dipertahankan. Setelah makan dilap dengan air steril.
d.Pemberian makanan. Segera dapat diberikan ketika anak sadar atau reflek menelan ditegakkan. Dapat digunakan cairan jernih misalnya cairan glukosa, dan diit normal yang terdapat makanan lunak dan disusul dengan air steril. Makanan keras dapat diberikan pada 2 atau 3 minggu setelah pembedahan.
e.Erapi bicara pada anak yang sudah bisa bicara.


H.DIAGNOSA DAN INTERVENSI LABIO/PALATOSKISIS
1.Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas, sekresi di bronkus, eksudat di alveoli, sekresi yang tertahan, benda asing di jalan napas.
Tujuan: Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh sesak
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
Tidak ada buyi napas tambahan
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)Kaji fungsi pernapasan: frekuensi, bunyi, irama, jenis
R/mengetahui pola napas pasien
3)Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
4)Suction bila perlu
R/membersihkan jalan napas
5)Ajarkan teknik batuk efektif
R/mengeluarkan sekret yang tertahan
6)Anjurkan minum air hangat
R/mengurangi sekret
7)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian mukolitik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi sekret
2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh lemas
Makan habis 1 porsi
Pasien tidak mual
Pasien tidak muntah
Berat badan normal/ideal
Konjungtiva merah muda
Rambut tidak rontok
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan pasien
3)Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan pasien
4)Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan pasien
5)Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien
6)Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
8)Anjurkan pasien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
9)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
3.Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh nyeri
Pasein tidak mengeluh sesak
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
2)Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
4.Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
Pasien bisa menjelaskan pengertian
Bisa menyebutkan penyebab
Bisa menyebutkan tanda dan gejala
Bisa menyebutkan perawatan
Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)Kontrak waktu, tempat, dan topik dengan pasien
R/menetapkan waktu, tempat, dan topik untuk pendidikan kesehatan
2)Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
5.Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan
Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1)Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)Monitor pemeriksaan Laboratorium darah
R/untuk melihat kandungan darah
3)Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
4)Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan


DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Juall, (1995). Diagnosa Kedokteran Edisi VI, alih bahasa Yasmin Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Addy, (1993). Kesehatan Anak 1-5; Terjemahan Matasari Tjandrasa. Jakarta: Arcan
Sacharin, Rosa M, (1992). Text Book Of Pediatric 12th Edition (Ilmu Kesehatan Anak edisi 12) alih bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta: EGC
Dongoes ME, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne. C. et. all. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah. Brunner & Suddarth. Edisi VIII vol 2. Jakarta: EGC
Rekso Prodjo Soelarto. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http//www.republika.co.id/htm

Tidak ada komentar: