Kamis, 22 Maret 2012

PEMBAHASAN PEMFIGUS

A.PENGERTIAN PEMFIGUS
Pemfigus adalah penyakit berlepuh yang dapat mengenai kulit dan membran mukosa yang ditandai oleh timbulnya bula, bersifat kronik, sering diikuti kekambuhan akut, dan kadang berakibat fatal. Bula terdapat diatas kulit yang tampak normal atau eritematosa atau pada membran mukosa dan penyebarannya irregular.
Pemfigus merupakan penyakit autoimun yang melibatkan IgG, suatu imumoglobulin. Diperkirakan bahwa antibodi pemfigus ditujukan langsung kepada antigen permukaan-sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Lepuh terbentuk akibat reaksi antigen-antibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan petunjuk memprediksi intensitas penyakit ini.

B.BENTUK / JENIS PEMFIGUS
1.PEMFIGUS VULGARIS
a.Epidemiologi
Prevalensi pemfigus vulgaris pada laki-laki dan wanit hampir tidak berbeda. Penyakit ini biasanya mengenai lansia (50 – 60 tahun) dan jarang didapatkan pada anak muda. Penyakit ini banyak didapatkan pada bangsa Yahudi.
b.Etiologi
Penyebab pasti pemfigus vulgaris belum diketahui. Tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa pemfigus merupakan penyakit autoimun dimana adanya autoantibodi yaitu zat anti-IgG yang beredar dalam serum penderita dan zat ini bereaksi atau terikat pada subtansia interseluler (sel-sel epidermis atau sel-sel mukosa). Selain itu faktor genetik dapat berpengaruh dalam penyebaran penyakit ini.
c.Manifestasi Klinik
Biasanya didahului dengan keluhan subyektif berupa malaise, anoreksia, subfebris, kulit terasa panas, serta sulit menelan. Kelainan yang khas ditandai dengan adanya bula berdinding kendor yang timbul diatas kulit normal atau pada selaput lendir. Bula berdinding kendor mula-mula berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh (seropurulen) atau hemoragik. Dinding bula mudah pecah dan menimbulkan daerah-daerah erosi yang luas, basah, mudah berdarah, dan tertutup krusta. Bila sembuh, lesi akan meninggalkan bercak-bercak hiperpigmentasi tanpa jaringan parut.
Lebih dari setengah penderita pemfigus vulgaris didapatkan lesi pada mukosa mulut yang akan diikuti beberapa bulan kemudian dengan lesi kulit. Bila bula tersebut pecah akan menimbulkan erosi yang terasa nyeri dan akan meluas ke bibir menyebabkan terjadinya fisura dengan krusta di atasnya. Bila lesi mengenai faring, akan timbulkesukaran menelan karena sakitnya. Setelah itu menyebar ke selaput lendir yang lainnya seperti konjungtiva, hidung, vulva, penis, dan mukosa rektum.
Pemfigus pada umumnya tidak disertai dengan pruritus (rasa gatal), tetapi penderita sering merasa nyeri atau perih terutama pada daerah yang erosif.
2.PEMFIGUS VEGETANS
Merupakan varian jinak pemfigus vulgaris namun jarang ditemukan.
Terdapat 2 bentuk atau tipe, yaitu :
a.Tipe Neumann
Gambaran klinik : Penyakit ini biasanya timbul pada penderita dengan usia yang lebih muda daripada pemfigus vulgaris. Yang khas adalah pada stadium dini muncul lesi kulit mirip pemvigus vulgaris, tetapi erosinya cepat mengering dan menimbulkan jaringan granulasi hipertrofik berbentuk vegetasi atau bentukan-bentukan papilomatous. Jaringan vegetatif ini mengeluarkan serum dan pus serta timbul pustula-pustula kecil. Lokasinya biasanya daerah-daerah lipatan, seperti aksila, paha, perineum, dan juga sering ditemukan di berbagai tempat seperti hidung dan mulut.
b.Tipe Hallopeau
Gambaran klinik : Ditandai oleh pustula-pustula yang bersatu, meluas ke perifer, dan menjadi vegetatif di daerah aksila dan lipatan paha. Di dalam mulut terlihat gambaran yang khas berupa granulomatosis seperti beledu.
3.PEMFIGUS FOLIASEUS
Bentuk ini mungkin suatu spektrum benigna dari pemfigus yang ditandai dengan akantolisis di bagian atas epidermis yaitu di subkorneum atau pada lapisan granulosum.
Gambaran klinik : Berupa bula berukuran kecil, lembek, dan mudah pecah oleh karena letak bula superfisial. Bula yang pecah akan menjadi erosi dengan tepi yang eritematous dan bila sembuh meninggalkan krusta dan skuama. Perjalanan penyakit ini biasanya dimulai di daerah kulit kepala, wajah, dada, dan punggung yang kemudian dapat menjadi general berupa bula-bula kecil dan terlihat skuama terpisah, krusta, dan aerah basah kemerahan disertai bau yang khas miriperitrodermi (dermatitis eksfoliativa generalisata). Keadaan umum pasien biasanya masih baik dengan keluhan rasa terbakar pada lesi dan kadang gatal.
4.PEMFIGUS ERITEMATOSUS (SINDROMA SENEAR – USHER)
Merupakan bentuk pemfigus foliaseus yang lebih ringan, walaupun pada kenyataannya kedua kondisi ini sulit untuk dibedakan.
Gambaran klinik : Tanda yang khas adalah lesi yang keing, eritematous, bersisik, hiperkeratotik dan sering ditemukan pada bagian tengah hidung dan pipi sehingga berbentuk kupu-kupu (buterfly area) sehingga menyerupai LE (lupus eritematosus). Lesi pada badan dapat terjadi seperti pemfigus foliaseus dengan bula kecil yang lembek, mudah pecah, dan meninggalkan erosi dengan krusta dan daerah hiperkeratotik. Distribusi lesi ini dapat pada daerah sebore atau dapat menjadi general.

C.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Gambaran klinis yang khas dan tanda dari Nikolsky positif
2.Tes Tzanck positif. Dengan membuat apusan dari dasar bula dan dicat dengan Giemsa, akan terlihat sel Tzanck atau sel akantolitik yang berasal dari sel-sel lapisan spinosum berbentuk agak bulat dan berinti besar dengan dikelilingi sitoplasma jernih
3.Pemeriksaan hispatologik : terlihat gambaran khas, yaitu bula yang terletak suprabasal dan adanya akantolisis.
4.Pemeriksaan imunofluoresensi

D.PENATALAKSANAAN PEMFIGUS
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan ulang epitel kulit (pembaruan jaringan epitel).
Pemberian kortikosteroid dapat menurunkan angka kematian pemfigus, sehingga dianjurkan untuk diberikan sedini mungkin begitu diagnosa ditegakkan. Semakin awal pengobatan kortikosteroid dengan dosis yang adekuat, penyakit ini semakin mudah ditekan sehingga tercapai periode remisi lengkap. Kortikosteroid diberikan dengan dosis awal yang tinggi (maksimum) yaitu 60 – 160 mg. Kadar dosis tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas dan pada sebagian kasus terapi kortikosteroid harus dipertahankan seumur hidup pasiennya.
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi sering memberikan komplikasi serius dan kadang-kadang fatal seperti sepsis, emboli paru, infark miokard, ulkus peptikum, dsb. Oleh karena itu perlu diperhatikan pemberian antibiotik, antasid, KCL tablet, ACTH (setelah 3 minggu pengobatan), anabolik, dsb. Juga perlu dimonitor BB, tekanan darah, kadar gula darah, dan keseimbangan cairan setiap hari.
Preparat imunosupresif (azatriopin, siklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran plasma) secara temporer akan menurunkan kadar antibodi serum dan pernah digunakan dengan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindakan ini umumnya hanya dilakukan untuk kasus-kasus yang mengancam jiwa pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
Hartadi, Dr. 1989. Dermatosis Non Bakterial. Semarang: Badan Penerbit Undip

Tidak ada komentar: