Senin, 30 April 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

A.PENGERTIAN Asfiksia neonatorum dapat diartikan sebagai kegagalan bernafas pada bayi yang baru lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan maturitas paru (Whally dan Wong, 1995). Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994). Keimpulan, Asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru lahir tidak bisa bernapas dengan dengan spontan karena faktor persalinan. B.ETIOLOGI Pengembangan paru terjadi pada menit- menit pertama kelahiran kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada massa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi. Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut: 1.Faktor ibu. a.Hipoksia ibu : Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestasia. b.Gangguan aliran darah : Mengurangnya aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering terjadi pada keadaan : 1).Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani akibat penyakit atau obat. 2).Hipotensi mendadak akibat perdarahan. 3).Hipertensi pada penyakit eklamsia. 2.Faktor plasenta. Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan dll. 3.Faktor fetus Kompresi tali pusat akan mengakibatkan tergantungnya aliran darah pembuluh darah tali pusat dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang melilit leher. 4.Faktor neonatus Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena : a.Pemakaian obat anestesi/ analgetik yang berlebihan pada ibu. b.Trauma persalinan, misalnya perdarahan intracranial. c.Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia/ stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru. C.TANDA DAN GEJALA 1.Pernapasan terganggu 2.Detik jantung berkuran 3.Reflek / respon bayi melemah 4.Tonus otot menurun 5.Warna kulit biru atau pucat Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap–megap yang dalam, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah. D.DERAJAT ASFIKSIA 1.Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan. Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2.Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang. Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3.Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. E.PATOFISIOLOGI Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru. Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan. Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi. Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus. Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997). F.PENATALAKSANAAN 1.Apgar skor menit I : 0-3 a.Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi. b.Ventilasi Biokemial dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167). 2.Apgar skor menit I : 4-6 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas. Beri taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik. Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung. 3.Apgar skor menit I : 7-10 a.Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari aspirasi paru. b.Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala. c.Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam. 4.Membuka Jalan Nafas a.Meletakkan bayi pada posisi yang benar, letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi. b.Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras. c.Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan. d.Membersihkan Jalan Nafas, apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung. Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET). e.Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung. 5.Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas a.Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C. b.Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan. c.Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang. 6.Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) a.Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut : 1).Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O. 2).Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O. 3).Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O. b.Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan. c.Observasi gerak dada bayi adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax. d.Observasi gerak perut bayi gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung. e.Penilaian suara nafas bilateral, suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar. f.Observasi pengembangan dada bayi, apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut : 1).Perlekatan sungkup kurang sempurna. 2).Arus udara terhambat. 3).Tidak cukup tekanan 7.Pemberian Obat-Obatan Penunjang Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol. Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa : a.Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan. b.Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit. c.Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan. G.KOMPLIKASI 1.Pendarahan Otak 2.Anuria atau Oliguria 3.Hyperbilirubinemia 4.Obstruksi usus yang fungsional 5.Kejang sampai koma 6.Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax (Wirjoatmodjo, 1994 : 168) ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA A.FOKUS PENGKAJIAN 1.Indentitas 2.Riwayat kesehatan a.Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu : b.Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru. c.Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm. d.Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan. e.Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun. f.Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm). g.Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji : 1).Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa. 2).Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi). 3).Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan. 4).Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan. 3.Riwayat post natal a.Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan. b.Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm  2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm). c.Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal. 4.Pola fungsional a.Pola nutrisi Hal ang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena. 1).Kebutuhan parenteral a).Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5% b).Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10% 2).Kebutuhan nutrisi enteral a).BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam b).BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam c).BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam 3).Kebutuhan minum pada neonatus : a).Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari b).Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari c).Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari d).Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari e).Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari (Iskandar Wahidiyat, 1991 :1) b.Pola eliminasi 1).BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi. 2).BAK : frekwensi, jumlah 5.Pemeriksaan fisik a.Keadaan umum Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik. b.Tanda-tanda Vital Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87). c.Head to toe : 1).Kulit Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks. 2).Kepala Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial. 3).Mata Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya. 4).Hidung Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir. 5).Mulut Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak. 6).Telinga Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan 7).Leher Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek 8).Thorax Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit. 9).Abdomen Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna. 10).Umbilikus Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat. 11).Genitalia Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan. 12).Anus Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses. 13).Ekstremitas Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya. 14).Refleks Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356). B.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Darah : Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : a.Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit. b.Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi. c.Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) 2.Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi : Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari : a.pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik. b.PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. c.PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. d.HCO3 (normal 24-28 mEq/L) 3.Urine Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari : a.Natrium (normal 134-150 mEq/L) b.Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L) c.Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L) 4.Photo thorax Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal. C.DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN 1.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi/hipotermia, Tujuan: pola napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil: Pernapasan 40-60x/mnt Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 90-170x/mnt Tidak terjadi sianosis Pernapasan teratur Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: pernapasan, suhu, nadi. R/mengetahui keadaan kesehatan pasien 2)Kaji adanya sianosis Mengetahui bahaya sianosis 3)Beri posisi nyaman R/memberikan kenyamanan 4)Bantu ADL pasien R/memenuhi kebutuhan pasien 5)Libatkan keluarga dalam ADL pasien R/memenuhi kebutuhan pasien dan mengurangi beban kerja perawatan 6)Kolaborasi/lanjutkan pemberian nutrisi sesuai dengan diet R/mempercepat pemulihan kondisi pasien 7)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen R/mencukupi kebutuhan oksigen 2.Resiko ketidak setidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi. Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil: Pasien tidak muntah Berat badan normal/ideal Berat badan idelal Reflek menghisap meningkat Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: nadi, pernapasan, suhu. R/mengetahui keadaan pasien 2)Kaji tonus otat dan turgor kulit R/mengetahui kecukupan nutrisi dan cairan pasien 3)Timbang berat badan tiap hari R/mengetahui perubahan berat badan pasien 4)Monitor adanya muntah R/mengetahui keadaan pasien 5)Kaji reflek menghisap R/Mengetahui perkembangan pasien Hitung balance cairan R/mengetahui kekurangan dan kebutuhan pasien 6)Monitor intake makanan/minuman R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien 7)Kolabora/lanjutkan pemberian nutrisi sesuai diet R/memenuhi kebutuhan nutrisi pasien 8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat penyembuhan 3.Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat. Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 3x24jam dengan kriteria hasil: Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb) Intervensi: 1)Monitor tanda-tanda peradangan R/untuk melihat tanda-tanda peradangan 2)Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi) R/Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi 3)Monitor pemeriksaan Laboratorium darah R/untuk melihat kandungan darah 4)Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan R/untuk menghindari inos 5)Batasi pengunjung R/untuk mencegah inos 6)Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari. R/ Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan. 7)Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi. R/ Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman. 8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara R/mempercepat penyembuhan 4.Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat. Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil: Pernapasan 40-60x/mnt Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 90-170x/mnt Tidak terjadi sianosis Pernapasan teratur Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi R/mengetahui kondisi pasien 2)Monitor kesadaran pasien R/mengetahui status keadaan pasien Mengetahui bahaya sianosis 3)Beri posisi nyaman R/memberikan kenyamanan 4)Bantu ADL pasien R/memenuhi kebutuhan pasien 5)Libatkan keluarga dalam ADL pasien R/memenuhi kebutuhan pasien dan mengurangi beban kerja perawata 6)Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet R/mempercepat pemulihan kondisi 7)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen R/mencukupi kebutuhan oksigen 8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat proses penyembuhan D.DISCHARGE PLANNING 1.Jaga kebersiahan bayi 2.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi 3.Beri perhatian yang sangat bait terhadap bayi 4.Beri makan bayi dengan cukup 5.Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut 6.Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi & Rita Y, 2001). DAFTAR PUSTAKA Allen Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan, Jakarta : EGC Aliyah Anna, dkk. 1997. Resusitasi Neonatal, Jakarta : Perkumpulan perinatologi Indonesia (Perinasia) Aminullah Asril. 1994. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo Carpenito, Linda Juall, et all. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Effendi Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan, Jakarta : EGC Ilyas Jumlarni. 1995. Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC Margareth. G.M. 1998. Intrudcutory Pediatric Nursing, New York : Lippincott Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC Nanda. 2005. Definisi dan klasifikasi, Jakarta: Prima Medika Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Jakarta : EGC Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakrta : Salemba Medika Tucher Martin Susan. 1999. Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi, Jakarta : EGC Talbot Laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan, Jakarta : EGC Tueng Yoseph. 1994. Prinsip-Prinsip Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta : EGC Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991. Diagnosis Fisik Pada Anak, Jakarta : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia . 1993. Asuhan Kesehatan Pada Anak Dalam Konteks Keluarga, Jakarta : Pusat pendidikan tenaga kesehatan Depkes RI .1999. Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial, Jakarta : Depkes RI . 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF, Ilmu Kesehatan Anak, Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga .2000. Pelayanan Kesehatan Maternas dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka prawirohardjo

Tidak ada komentar: