Senin, 30 April 2012

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TYPHOID

A.PENGERTIAN
Typhoid adalah penyakit infeksi mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran ( Ngastiyah, 1997).
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002). Kesimpulan, Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa, masa inkubasi 10 – 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan. B.ETIOLOGI Penyebab dari penyakit typhoid adalah bakteri Salmonella typhosa, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C.. Bakterri tersebut merupakan gram negatif tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H dan antigen Vi (IPD, 1996). C.TANDA DAN GEJALA Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994). Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium. Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella. D.PATOFISIOLOGI Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam. Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi. Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. E.KOMPLIKASI Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000). Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung. Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati (Behrman Richard, 1992). F.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap. Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. 2.Pemeriksaan SGOT dan SGPT. SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus. 3.Pemeriksaan Uji Widal. Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu: • Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri • Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri • Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid (Widiastuti Samekto, 2001). G.PENATALAKSANAAN 1.Tirah baring atau bed rest. 2.Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal. 3.Obat-obat : aAntimikroba : 1).Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv 2).Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral 3).Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus. 4).Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis. 5).Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam. bAntipiretik seperlunya cVitamin B kompleks dan vitamin C 4.Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID A.FOKUS PENGKAJIAN 1.Aktifitas dan istirahat Tanda : kelemahan, kelelahan Gejala : takikardi 2.Integritas ego Tanda : perasaan tidak terduga Gejala : ansietas (gelisah, pucat) 3.Makanan dan cairan Tanda : membrane mukosa kering Gejala : penurunan BB 4.Nyeri/ Kenyamanan Tanda : kenaikan suhu Gejala : nyeri tiba-tiba 5.Keamanan Tanda : kenaikan suhu (Doenges, 1999,; 471) B.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.Hipertermia berhubungan dengan penyakit. Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil: Suhu: 36-37C/axila Pernapasan 12-21x/mnt Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 60-100x/mnt Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi R/mengetahui keadaan klien 2)Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari R/memenuhi kebutuhan cairan 3)Anjurkan untuk cukup istirahat R/mempercepat pemulihan kondisi 4)Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis R/ mengurangi rasa panas 5)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien R/mencukupi kebutuhan pasien 6)Beri kompres hangat R/vasodilatasi pembuluh darah 7)Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat penyembuhan 2.Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis. Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam dengan kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh nyeri Pasein tidak mengeluh sesak Pernapasan 12-21x/mnt Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 60-100x/mnt Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi R/mengetahui kondisi pasien 2)Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)? R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan 3)Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam R/mengurangi rasa nyeri 4)Beri posisi nyaman R/untuk mengurangi rasa nyeri 5)Beri posisi semifowler R/memenuhi kebutuhan oksigen 6)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien R/memenuhi kebutuhan pasien 7)Anjurkan untuk cukup istirahat R/mempercepat proses penyembuhan 8)Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mengurangi rasa nyeri 3.Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan melalui rute normal (diare). Tujuan: Resiko defisit volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam dengan kriteria hasil: BB dalam batas normal Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 60-100x/mnt Suhu: 36-37C/axila Finger print <3 detik BAK 3-5x/hari Tidak ada perdarahan Intevensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi R/mengetahui keadaan pasien 2)Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari R/memenuhi kebutuhan cairan 3)Hitung balance cairan R/mengetahui klebihan dan kekurang cairan 4)Anjurkan untuk bed rest R/mempercepat pemulihan kondisi 5)Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi elektrolit; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat penyembuhan 6)Kolaborasi/lanjutkan program therapi transfusi R/mempercepat pemulihan kesehatan pasien 4.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi. Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh lemas Makan habis 1 porsi Pasien tidak mual Pasien tidak muntah Berat badan normal/ideal Konjungtiva merah muda Rambut tidak rontok Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi R/mengetahui keadaan pasien 2)Timbang berat badan R/mengetahui perubahan berat badan pasien 3)Monitor adanya mual dan muntah R/mengetahui keadaan pasien 4)Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah R/mengetahui status kesehatan pasien 5)Monitor intake makanan/minuman R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien 6)Anjurkan untuk cukup istirahat R/mempercepat pemulihan kondisi 7)Anjurkan makan sedikit dan sering R/supaya tidak mual dan tidak muntah 8)Anjurkan pasien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C R/mempercepat pemulihan kondisi pasien 9)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi R/mempercepat penyembuhan 5.Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi. Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil: Pasien bisa menjelaskan pengertian Bisa menyebutkan penyebab Bisa menyebutkan tanda dan gejala Bisa menyebutkan perawatan Bisa menyebutkan pencegahan Intervensi: 1)Kontrak waktu, tempat, dan topik dengan pasien R/menetapkan waktu, tempat, dan topik untuk pendidikan kesehatan 2)Berikan pendidikan kesehatan R/meningkatkan pengetahuan pasien 3)Evaluasi pengetahuan pasien R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan 4)Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan R/mengingatkan kembali pada pasien 6.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam dengan kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh lemas Pasien tidak mengeluh pusing Pasien tidak mengeluh sesak napas Pernapasan 12-21x/mnt Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 60-100x/mnt CRT: <3 detik Intervensi: 1)Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi. R/mengetahui keadaan pasien 2)Monitor kemampuan aktivitas pasien R/mengetahui kemampuan pasien 3)Anjurkan untuk cukup istirahat R/mempercepat pemulihan kondisi 4)Beri posisi semi fowler R/memenuhi kebutuhan oksigen 5)Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien R/mencukupi kebutuhan pasien 6)Bantu aktivitas pasien secara bertahap R/mengurangi bebar kerja pasien 7)Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet R/mempercepat pemulihan kondisi 8)Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen R/mencukupi kebutuhan oksigen 9)Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, rute R/mempercepat penyembuhan C.DISCHARGE PLANNING 1.Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi 2.Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan 3.Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman. 4.Penderita memerlukan istirahat 5.Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat(Samsuridjal D dan Heru S, 2003) 6.Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak 7.Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping 8.Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut 9.Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi & Rita Y, 2001). DAFTAR PUSTAKA Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. Jakarta : FKUI Behrman Richard. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. Jakarta : EGC Carpenito, Linda Juall, et all. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto Joss, Vanda dan Rose, Stephan. 1997. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Jakarta : EGC Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC Nanda. 2005. Definisi dan klasifikasi, Jakarta: Prima Medika Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Jakarta : Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. 2003. Imunisasi Dewasa. Jakarta : FKUI Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakrta : Salemba Medika Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta : CV Sagung Seto Widiastuti Samekto. 2001 Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Tidak ada komentar: