A. Stigma Gangguan Jiwa
Stigma adalah suatu usaha untuk label tertentu
sebagai sekelompok orang yang kurang patut dihormati daripada yang lain (Sane
Research, 2009). Masyarakat seringkali memiliki persepsi negatif terhadap
kegilaan. Orang gila dianggap sebagai orang yang tidak waras, sinting dan
ungkapan kasar lainnya. Menurut Irwanto, Phd, peneliti di Universitas Atma
Jaya, Jakarta, "Berbagai bentuk kesalahan sikap masyarakat dalam merespon
kehadiran penderita gangguan jiwa terjadi akibat konstruksi pola berpikir yang
salah akibat ketidak tahuan publik. Terdapat logika yang salah di masyarakat.
Mispersepsi tersebut selanjutnya berujung pada tindakan yang tidak membantu
percepatan kesembuhan si penderita.
Masyarakat cenderung menganggap orang dengan
kelainan mental sebagai sampah sosial. Pola pikir demikian harus
didekonstruksi" (Kompas, 27/09/04). Salah kaprah pengertian dan pemahaman
penyakit jiwa ini mungkin karena ketidak tahuan masyarakat pada masalah-masalah
kejiwaan dan kesehatan mental. Ketidak tahuan ini mengakibatkan persepsi yang
keliru, bahwa penyakit mental merupakan aib bagi si penderita maupun bagi
keluarganya. Sehingga si penderita harus disembunyikan atau dikucilkan, bahkan
lebih parah lagi ditelantarkan oleh keluarganya.
Selain itu ada anggapan
keliru di masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa hanya mereka yang menghuni
rumah sakit jiwa atau orang sakit jiwa yang berkeliaran di jalanan. Padahal
gangguan jiwa bisa dialami oleh siapa saja, disadari atau tidak. Orang yang
tampaknya sehat secara fisik, bukan tidak mungkin sebenarnya menderita gangguan
jiwa, dalam kadar yang paling ringan seperti depresi misalnyaPersepsi
masyarakat tersebut antara lain:
1. Penyakit mental disebabkan oleh roh jahat. Di masyarakat banyak beredar
kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya
bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh
bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan
yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena si sakit
tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat.
2. Penyakit mental
itu memalukan. Adanya persepsi
masyarakat bahwa orang gila ataupun keluarganya akan menerima aib. Orang gila
dan keluarganya sering dicemooh bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Adanya
persepsi bahwa kegilaan adalah aib menyebabkan orang gila yang dianggap sembuh
oleh dokter di rumah
sakit jiwa tetap tidak dapat dipulangkan karena keluarga dan masyarakat tidak
menginginkannya kembali.
3. Penderita gangguan jiwa adalah sampah
masyarakat yang mengganggu keindahan dan kenyamanan kota. Perlakuan-perlakuan masyarakat terhadap orang gila yaitu dengan memasung
, memperlakukan dengan kasar, perlakuan kasar seringkali dilakukan oleh
anak-anak dengan melempari batu dan mengejek, membuang orang gila tersebut ke
daerah lainnya karena orang gila tersebut adalah sampah masyarakat, dan masyarakat
menghardik orang gila tersebut dan pemerintah menyingkirkannya secara tidak
manusiawi, hal ini karena dianggap sudah tidak dapat disembuhkan lagi dan
dikwatirkan dapat menular.
Selama bertahun-tahun, banyak bentuk
diskriminasi secara bertahap turun temurun dalam masyarakat kita. Penyakit
mental masih menghasilkan kesalahpahaman, prasangka, kebingungan, dan ketakutan.
Keadaan di Indonesia masih banyak ditemukan orang yang mengalami gangguan jiwa
diperlakukan secara tidak pantas. Kalau kita melihat dari pelayanan kesehatan kita, bahwa
bangsal-bangsal yang ada di rumah sakit umum, banyak yang belum ada bangsal jiwa. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak hanya masyarakat awam saja yang melakukan diskriminasi
terhadap penderita gangguan jiwa, tetapi para profesional kesehatan pun secara
tidak sadar melakukan stigmatisasi terhadap penderita gangguan jiwa.
B. Dampak Stigma Gangguan Jiwa
Stigma yang
diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa secara tidak
langsung dapat merugikan penderita gngguan jiwa, keluarga penderita gangguan
jiwa, dan masyarakat sekitar.
1.
Pada penderita gangguan jiwa
Persepsi masyarakat yang salah dapat
menyebabkan penderita gangguan jiwa tersebut akan menerima siksaan dengan
pemasungan yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Kesembuhan pada penderita gangguan jiwa tersebut pun
sangat kecil harapannya karena masyarakat malah menghina mereka alih-alih
memberi perhatian dan kasih sayang untuk kesembuhan gangguan mental mereka.
Setelah sembuh pun ada kemungkian penderita gangguan jiwa tersebut akan
kembali menjadi kambuh, hal ini
dikarenakan masyarakat tetap tidak menerima mantan penderita gangguan jiwa. Mereka tetap mempunyai persepsi
negatif terhadap penderita gangguan jiwa, sehingga penderita gangguan jiwa tetap menjadi
beban keluarganya ataupun masyarakat karena ketiadaan lapangan kerja yang mau
menerima penderita gangguan jiwa untuk bekerja.
2.
Pada keluarga penderita penderita gangguan jiwa
Keluarga merasa malu atas anggota keluarganya
yang gila bahkan adanya tekanan batin yang dialami keluarga karena cemoohan dan
pengucilan yang dilakukan oleh masyarakat.
3.
Pada masyarakat
Masyarakat mungkin saja akan mengalami
kekerasan yang dilakukan orang gila atas perlakuan kasar yang mereka lakukan
kepada orang gila tersebut. Persepsi masyarakat tersebut dapat pula menyebabkan
perilaku imitasi yang akan dilakukan oleh anak-anak untuk menyakiti orang lain
terutama orang gila dengan melakukan kekerasan secara fisik dan secara verbal.
C. Penanganan Stigma di Masyarakat
Menghilangkan stigma gangguan jiwa di masyarakat memang
tidak mudah. Namun kita perlu untuk berusaha menurunkan stigma tersebut dengan
harapan di masa yang akan datang akan hilang dengan sendirinya. Penanganan
stigma tersebut memerlukan pendidikan dan kemauan yang keras dari
individu-individu dimasyarakat dan memerlukan keberanian yang besar untuk ikut
serta dalam penanganan tersebut.
Sebenarnya apa sih bedanya orang
yang sakit jiwa dengan orang yang sakit fisik? Sama-sama menderita sebenarnya!
Bahkan derita jiwa jauh lebih berat dan menyiksa dibanding derita fisik yang
paling berat sekalipun. Lalu
adakah alasan yang logis dan rasional untuk merasa malu karena seseorang atau
anggota keluarganya menderita kelainan jiwa? Sama sekali tidak ada! Tidak ada
alasan untuk merasa malu karena menderita gangguan jiwa, ini hanya masalah
persepsi.
Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti
rehabilitasi mental atau di rumah sakit jiwa, apalagi ditelantarkan di jalanan,
tapi berada di tengah-tengah keluarganya, diantara orang-orang yang dicintai
dan mencintainya.
Yang mereka butuhkan selain pengobatan medis adalah
perhatian, pengertian, dukungan, cinta dan kasih sayang. Perhatian dan kasih
sayang tulus keluarga dan orang-orang terdekatnya akan sangat membantu proses
pemulihan kondisi jiwanya
Beberapa kegiatan atau program yang dapat dilakukan untuk
mengurangi stigma gangguan jiwa antara lain:
1.
Masyarakat
ikut berperan aktif dalam kampanye tentang kesehatan jiwa. Kampanye
tersebut dapat dimasukkan dalam kegiatan masyarakat melalui program desa siaga,
FKD(Forum Kesehatan Desa) pertemuan
ditingkat RT maupun RW, perlu keaktifan masyarakat untuk mendapatkan akses/kesempatan
seluas-luasnya secara akurat dan terbaru tentang kesehatan jiwa.
2. Perlunya adanya pengetahuan tentang
kesehatan jiwa sejak dini melalui sekolah-sekolah. Pendidikan tersebut dapat
dilakukan atau dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah atau melalui kegiatan
kurikuler.
3. Keluarga ataupun masyarakat ikut
terlibat dalam pelaksanaan tindakan terhadap pasien gangguan jiwa sehingga
kesadaran keluarga dan masyarakat tentang cara pandang pada pasien gangguan
jiwa dapat berubah dan dapat membantu menanganinya.
4. Kepada individu tenaga kesehatan
harus menunjukkan atau memberi contoh kepada masyarakat bahwa kita tidak
melakukan stigma tersebut, harus menentang kesalahpahaman tentang gangguan jiwa
dan menunjukkan fakta-fakta bahwa penyakit mental sangatlah umum dan dapat
disembuhkan dengan management tindakan yang tepat
5. Pemerintah ataupun lembaga swasta
perlu memberikan kesempatan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kemampuannya
kepada orang-orang yang mengalami gangguan jiwa ataupun orang-orang yang telah
sembuh dari gangguan jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar