Senin, 10 September 2012

KENAKALAN REMAJA

1.      Definisi
 Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2006).
Mussen (1996) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1999) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seorang individu yang melakukannya masuk penjara.
Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, kenakalan remaja merupakan suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1999) menyatakan bahwa kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah kencenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya maupun orang lain yang dilakukan remaja dibawah umur 17 tahun.
2.      Karakteristik kenakalan remaja
Menurut Kartono (2003), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal.
Perbedaan itu mencakup:
a.       Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi-fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi dari pada nilai untuk keterampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terrhadap hal-hal yang ambigius biasanya mereka kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.
b.      Perubahan fisik dan psikis
Remaja yang nakal ini memiliki perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif.
c.       Ciri karakteristik individual
         Menurut Kartono (2003), Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang seperti:
1)      Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.
2)      Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.
3)      Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial.
4)      Mereka senang ikut serta dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya resiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.
5)      Pada umumnya mereka sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya.
6)      Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya. 
7)      Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi liar dan jahat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
3.      Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja
Menurut kartono (2003) bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu:
a.       Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)   
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut:
1)      Keinginan meniru dan ingin bersama dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.
2)      Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestasi tertentu.
3)      Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.
4)      Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal.
          Ringkasnya delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang memulai memasuki peran sosial yang baru.
b.      Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)  
Pada umunya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Menurut Kartono (2003), Ciri-ciri perilakunya adalah:
1)      Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.
2)      Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaiakan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan    kebingungan batinya.
3)      Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbanya, kriminal sekaligus neurotik.
4)      Remaja nakal ini banyak berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.
5)      Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa atau anak-anak remaja  lainya.
6)      Motif kejahatannya berbeda-beda.
7)      Perilakunya menunjukan kualitas kompulsif (paksaan)
Tingkah laku kenakalan neurotik berlangsung atas dasar konflik jiwani yang serius atau mendalam sekali, maka mereka akan terus melanjutkan tingkah laku kejahatanya sampai usia dewasa bahkan sampai umur tua.
c.       Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah:
1)      Hampir seluruh remaja  Delinkuensi psikopatik ini berasala dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan efeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.
2)      Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.
3)      Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.
4)      Mereka selalu gagal   dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri.
5)      Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga  menggurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.
Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki peengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.
d.      Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Implusnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan.
            Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar perbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan.
        Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, diantara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80% mengalami kerusakan
psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental.
Hanya kurang dari 20% yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar.
Sarwono (2002) membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk yaitu:
a.       Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain.
b.      Kenakalan yang menimbulkan korban materi perusakan pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain.
c.       Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.
d.      Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah.
Hurlock (1999) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
a.       Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
b.      Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperit merampas, mencuri dan mencopet.
c.       Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti membolos, mengendarai kendaraan dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.
d.      Perilaku yang membahayakkan diri sendiri dan orang lain, seperti mengindarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam.
Dari beberapa bentuk kenakalan pada remaja dapat disimpulkan bahwa semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Hurlock (1999) & Sarwono (2002) berpendapat bahwa aspek perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi, dan perilaku yang mengakibatkan korban fisik.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja
          Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:
a.       Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Santrock (1996) masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada
kepribadian remaja, terbentuknya perasaan dan konsistensi dalam kehidupanya dan tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, keemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang di tuntut dari remaja.  
Erikson (1659) dalam santrock (1996) percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa anak-anak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibedakan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson (11659) dalam Santrock (1996) kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.
b.      Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.
Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin merasa sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka.
c.       Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial diusia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya dimasa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan. Kartono (2003) menunjukan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perbuatanya pada usia 21 sampai 23 tahun.
d.      Jenis kelamin
Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut cacatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat dari pada gang remaja perempuan.
e.       Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupanya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah dan mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah.
f.       Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.
g.      Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko remaja untuk menjadi nakal.
h.      Kelas sosial ekonomi
Ada kencenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak perlakuan khusus diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi tangguh adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.
i.        Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. 
Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.
Kartono (2003) berpendapat bahwa jenis kenakalan remaja dikategorikan menjadi 4 jenis yaitu:
a.       Rendah
Berbohong, berkelahi dengan saudara kandung, mudah marah, tidak mau bekerja.
b.      Sedang
Suka membantah, tidak suka diatur, pergi dari rumah, begadang, tidak betah dirumah, merokok, minum-minuman keras.
c.       Tinggi
Berjudi, melihat gambar-gambar porno, nonton film porno, tidak memperhatikan guru sedang mengajar.
d.      Sangat tinggi
Senang membuat masalah, bolos sekolah, berkelahi dengan teman, tawuran antar sekolah, meminta barang orang lain dengan paksa.   

Tidak ada komentar: