Kamis, 28 November 2013

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Anemia terjadi karena kadar hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah kurang. Normalnya, kadar Hb dalam darah sekitar 12 g/ 100 ml. Kadar Hb antara 9 – 11 g/ 100 ml diklasifikasikan sebagai anemia ringan, kadar Hb 6 – 8 g/ 100 ml ialah anemia sedang, sedangkan kadar kurang dari 6 g/ 100 ml ialah anemia berat. Jumlah kadar Hb dalam setiap sel darah merah akan menentukan kemampuan darah mengankut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh (Muliarini, 2010). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada trimester 2. Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan itu adalah plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Saspriana, 2009). Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat sejak akhir trimester pertama. Volume darah akan bertambah banyak dengan puncaknya pada kehamilan 32 – 34 minggu. Peristiwa ini disebut hemodilusi (Mochtar, 2005). Terdapat data yang menunjukan bahwa terdapat peningkatan absorbsi zat besi dari makanan selama kehamilan, yaitu dari 10% pada trimester pertama menjadi 66% pada usia gestasi 36 minggu. Kebutuhan zat besi selama kehamilan rata-rata sekitar 1000 mg. Kira-kira 500 mg diperlukan untuk meningkatkan massa sel darah merah, dan sekitar 300 mg ditransportasikan ke janin, terutama pada 12 minggu terakhir kehamilan. Sisa 200 mg dibutuhkan untuk mengompensasi kehilangan yang tidak disadari melalui kulit, feses, dan urine. Biasanya, peningkatan kebutuuhan zat besi terjadi pada pertengahan terakhir kehamilan dengan rata-rata 6-7 mg per hari. Sejak tahun 1972, WHO merekomendasikan agar suplementasi zat besi sebanyak 30-60 mg diberikan kepada ibu yang memiliki cadangan zat besi didalam tubuhnya (secara profilakstik), dan 120-240 mg per hari untuk ibu yang tidak memiliki cadangan zat besi dengan dosis terbagi (Myles, 2009). Ketika memberikan saran di awal kehamilan mengenai asupan zat besi, bidan perlu mempertimbangkan bagaimana asupan zat besi tersebut dipengaruhi oleh pilihan sosial, agama, dan budaya. Absorbsi zat besi dihambat oleh teh dan kopi, tetapi meningkat pada sam askorbat, yang terdapat dalam jus jeruk dan buah-buahan segar. Efek samping berupa gangguan perut pada pemberian besi oral menurunkan kepatuhan pemakaian secara massal, ternyata rata-rata hanya 15 tablet yang dipakai oleh wanita hamil (Saifuddin, 2006).

Tidak ada komentar: