Minggu, 03 Juli 2011

SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS

           A.      DEFINISI
Suatu penyakit peradangan kronik diman terbentuk antibody-antibody terhadap beberapa antigen diri yang berlebihan yang bisa menyerang berbagai organ tubuh termasuk kulit,persendihan dan organ dalam lainnya
           B.      ETIOLOGI
Penyebab tidak diketahui secara pasti walaupun penyakit ini sering terjadi pada orang-orang dengan kecendrungan mengidap penyakit otoimun tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan genetik faktor lingkungan yaitu:
1.      Infeksi
2.      Antibiotik(penicillin)
3.      Sinar ultraviolet
4.      Stress yang berlebihan
           C.      TANDA DAN GEJALA
1.      Poliartralgia(nyeri sendi) dan arthritis (peradangan sendi)
2.      Demam akibat peradangan kronik
3.      Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan hipertensi
           D.      KLASIFIKASI
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
1.      Discoid Lupus: Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema  yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul  di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
2.      Systemic Lupus Erythematosus: SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
3.      Lupus yang diinduksi oleh obat: Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).
            E.      PATOFISIOLOGI
Tidak diketahui etiologi pasti. Ada faktor keluarga yang kuat terutama pada keluarga dekat. Resiko meningkat 25-50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, menunjukkan kaitannya dengan faktor genetik. Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi genetiknya, menunjukkan faktor lingkungan juga berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun. Faktor lingkungan yang mencetuskan LES.
Diagnosis SLE berdasarkan ciri khas gejala klinisnya dan adanya autoantibody. Kebanyakan pasien SLE memiliki polyarthritis intermitten, berderajat mulai ringan hingga kecacatan, ditandai dengan pembengkakan jaringan lunak dan nyeri pada sendi, paling sering pada tangan, pergelangan tangan, dan lutut. Deformitas sendi (tangan dan kaki) terjadi hanya pada 10% pasien. Erosi pada gambaran x-ray sendi jarang ditemukan; keberadaannya menandakan peradangan arthropathy non lupus seperti rheumatoid arthritis; beberapa ahli memperkirakan bahwa erosi dapat juga terjadi pada SLE. Jika nyeri bertahan pada satu sendi, seperti lutut, bahu, atau pinggang, diagnosis nekrosis iskemik tulang perlu dipertimbangkan, utamanya jika tidak ada manifestasi SLE aktif lainnya
Nephritis biasanya manifestasi SLE yang paling berat, terutama karena nephritis dan infeksi merupakan penyebab utama mortalitas pada decade pertama penyakit ini. Karena nephritis asimptomatik pada kebanyakan pada pasien SLE, urinalysis sebaiknya dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami SLE.
Segelintir pasien SLE dengan proteinuria (biasanya nephrotik) memiliki perubahan glomerulus membranous tanpa proliferasi pada pemeriksaan biopsy ginjal.
Manifestasi pulmoner yang paling sering terjadi pada SLE adalah pleuritis dengan atau tanpa efusi pleural. Pericarditis merupakan manifestasi kardiak yang paling umum terjadi; biasanya ini berespon dari terapi antiinflamasi dan jarang mengakibatkan tamponade jantung. Manifestasi kardiak yang lebih berat adalah myocarditis dan endocarditis.
Lupus dermatitis dapat diklasifikasikan sebagai discoid lupus erythematosus (DLE), bercak sistemik, subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE), atau “lainnya”. Lesi discoid merupakan lesi kasar sirkuler disertai dengan sedikit peninggian, lingkaran eritematosa hiperpigmentasi bersisik, dan pusat depigmentasi dengan atropi dimana semua bagian demal secara permanent rusak. Lesi dapat memburukkan rupa, terutama pada wajah dan kulit kepala.
Kebanyakan bercak SLE yang umum bersifat fotosensitive, eritema sedikit meninggi, bersisik, pada wajah (utamanya pada pipi dan sekitar hidung –the ”buterfly rash”), telinga, dagu, daerah V pada leher, punggung atas, dan bagian ekstensor dari lengan. Memberatnya bercak ini kadang disertai dengan serangan penyakit sistemik. SCLE mengandung bercak merah bersisik mirip dengan psoriasis atau lesi sirkuler datar kemerahan. Ulkus kecil dan nyeri pada mukosa oral dan nasal umum pada SLE; lesinya mirip dengan ulkus pada sariawan.
            F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada gejala atau tanda-tanda tunggal yang cukup untuk menegakkan diagnosa. Bila seseorang diduga SLE, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah: darah lengkap dan hitung jenis, trombosit, LED, ANA(antinuclear antibodies), urinalisis, serta pemeriksaan laboratorium tambahan lainnya seperti sel LE, antibodi anti-ds DNA, dan sebagainya. Mendiagnosa SLE pada anak bisa memakai kriteria ARA.
           G.      PENATALAKSANAAN
1.      Obat anti peradangan non steroid untuk mengatasi arthritis dan pleuritis
2.      Kortikosteroid
3.      Menggunakan tabir surya pakaian panjang atau kacamata karena sensitive terhadap matahari
4.      Penderita dirawat intensive
5.      Menghentikan penggunaan obat jika  lupus disebabkan oleh obat (hidralazin, prokainamid, beta-bloker)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS
PENGKAJIAN FOKUS

           A.      IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempat/tanggal lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
           B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
           C.      RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Imunisasi:
Operasi:
           D.      RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
            E.      PENGKAJIAN POLA GORDON
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat  sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3.      Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5.      Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7.      Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
            F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
Kesadaran:
Kuantitatif:
Mata :
Spontan(4)
Atas permintaan(3)
Rangsang nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Verbal:
Orientasi baik(5)
Jawaban kacau(4)
Kata-kata sepatah(3)
Merintis/mengerang(2)
Tidak bersuara(1)
Motorik:
Menurut perintah(6)
Reaksi setempat(5)
Menghindar(4)
Fleksi abnormal(3)
Ekstensi nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Kualitatif: compos mentis (conscious), apatis, delirium, somnolen (letargi), stupor (sopor coma), coma?
2.      Tanda-tanda vital:
Suhu: hipertermia?
Nadi: cepat, tidak teratur, frekuensi, irama, volume?
Pernapasan: cepat, irama, jenis, frekuensi?
Tekanan darah:?
Saturasi:?
3.      Status gizi: tinggi badan, berat badan, berat badan normal, berat badan ideal?
4.      Pemeriksaan sistemik:
Head to toe: Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi?
a.       Kepala (wajah):
1.      Terdapat ruam (malar) pada pipi yang tampak kemerah-merahan
2.      Terdapat lesi pada kulit kepala
3.      Rambut rontok/tidak
4.      Terdapat butterfly rash àbersisik pada wajah terutama pipi dan sekitar hidung, telinga, dagu, daerah V pada leher.
5.      Hidung mimisan / tidak.
6.      Kulit gatal/tidak.
b.      Mata: Anemis/an anemis, gangguan penglihatan.
c.       Mulut/bibir: terdapat sariawan, nyeri pada mukosa, gangguan, menelan.
d.      Punggung: terdapat butterfly rash (bersisik) pada punggung atas.
e.       Ekstremitas: kulit seperti terbakar, pembengkakan pada tangan, kaki , bahu, pinggang, Kulit berwarna kemerah-merahan, Kulit teraba dingin, Pada sendi terdapat Arthtitis+/- (bengkak pada sendi).
f.        Dada: bila bernapas nyeri/tidak.
g.       Jantung: Perikarditis, endokarditis, miokarditis.
h.       Abdomen: lymfadenopati, splenomegali, hepatomegali.
           G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium darah?
2.      Laboratorium urine?
           H.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
              I.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
Intervensi:
1)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
2)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
3)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2.      Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan klien
3)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
7)      Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran klien
8)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10)  Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
11)  Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
3.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan klien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)      Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan klien
3)      Evaluasi pengetahuan klien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada klien
4.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
3)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
6)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
5.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi anti biotik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6.      Kerusakan Integritas Kulit Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.
Definisi: Perubahan pada epidermis dan atau dermis.
Tujuan dan Kriteria Hasil: pemeliharaan integritas kulit klien tercapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x 24 jam dengan kriteria hasil:
1)      Tidak terjadi infeksi pada kulit
2)      Tidak terjadi reaksi peradangan
3)      Kulit tidak gatal
4)      Warna kulit normal
5)      Tidak terjadi luka di area kulit
Intervensi :
1)      Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
2)      Monitor kelembaban dari kulit
3)      Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
4)      Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
5)      Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.


DAFTAR PUSTAKA

A.Price,Sylvia, Wilson,Lorraine.M, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 4, Jakarta: EGC
Corwin,Elizabeth.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Nanda. 2006. Diagnosa Keperawatan.

Tidak ada komentar: