Kamis, 07 Juli 2011

SPINA BIFIDA

                 A.      DEFINISI  SPINA BIFIDA
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
                 B.      ETIOLOGI SPINA BIFIDA
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: Hidrosefalus, Siringomielia, Dislokasi pinggul.
                 C.      JENIS SPINA BIFIDA
1.      Spina bifida okulta: merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Gejalanya: Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang) dan Lekukan pada daerah sakrum.
2.      Meningokel: meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Gejala: Menonjolnya meninges, Sumsum tulang belakang, Cairan serebrospinal
3.      Mielokel: jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejalanya: Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya, Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, Penurunan sensasi, Inkontinensia urine, maupun inkontinensia tinja, Korda spinalis yang terkena, rentan terhadap infeksi (meningitis).
                 D.      TANDA DAN GEJALA SPINA BIFIDA
1.      Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
2.      Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
3.      Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
4.      Penurunan sensasi
5.      Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
6.      Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
                  E.      PATOFISIOLOGI SPINA BIFIDA
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
                  F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG SPINA BIFIDA
1.      USG: Untuk mengetahui apakah ada kelainan spina bifida pada bayi yang dikandung adalah melalui pemeriksaan USG. Hal itu dapat diketahui ketika usia bayi 20 minggu.
2.      Pemeriksaan darah pada ibu: Dengan teknik AFP : hanya membutuhkan sedikit sampel darah dari lengan ibu dan tidak beresiko terhadap janin. Bila hasil skrining positif biasanya diperlukan test lanjutan untuk memastikan adanya kelainan genetik pada janin yang lahir kelak menderita cacat.
3.      Pemeriksaan air ketuban ibu
4.      Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan
5.      CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan
                 G.      PENCEGAHAN SPINA BIFIDA
1.      Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
2.      Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita tersebut hamil,   karena kelainan ini terjadi sangat dini.
3.      Pada  wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
                 H.      PENATALAKSANAAN SPINA BIFIDA
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
1.      Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
2.      Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
3.      Membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.  Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot.
Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.
Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan. Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan .

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SPINA BIFIDA
PENGKAJIAN FOKUS

                 A.      IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempat/tanggal lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
                 B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
                 C.      RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Imunisasi:
Operasi:
Tumbuh kembang?
Riwayat prenatal, intranatal, dan postnatal?
                 D.      RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
                  E.      PENGKAJIAN POLA GORDON
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat  sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3.      Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5.      Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7.      Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
10.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
                  F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
Kesadaran:
Kuantitatif:
Mata :
Spontan(4)
Atas permintaan(3)
Rangsang nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Verbal:
Kata bermakna, senyum, ikut objek(5)
Menangis tapi bisa diredakan(4)
Teriritasi secara persisten(3)
Gelisah, teragitasi(2)
Diam saja(1)
Motorik:
Menurut perintah(6)
Reaksi setempat(5)
Menghindar(4)
Fleksi abnormal(3)
Ekstensi nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Kualitatif: compos mentis (conscious), apatis, delirium, somnolen (letargi), stupor (sopor coma), coma?
2.      Tanda-tanda vital:
Suhu: hipertermia?
Nadi: cepat, tidak teratur, frekuensi, irama, volume?
Pernapasan: cepat, irama, jenis, frekuensi?
Tekanan darah:?
Saturasi:?
3.      Status gizi: tinggi badan, berat badan, berat badan normal, berat badan ideal?
4.      Pemeriksaan sistemik:
Head to toe:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
                 G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium darah ibu?
2.      Rontgen?
3.      Ct Scan?
4.      MRI
                 H.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
                    I.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan klien
3)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
7)      Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran klien
8)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10)  Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
11)  Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
2.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)      Monitor pemeriksaan laboratorium darah
R/untuk melihat hasil laboratorium darah
3)      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari infeksi
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Batasi pengunjung
R/untuk mencegah infeksi
6)      Rawat luka setiap hari dengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)      Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat anti biotik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
3.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi anti biotik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan klien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)      Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan klien
3)      Evaluasi pengetahuan klien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada klien
DAFTAR PUSTAKA
Markum. 2002.  Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : EGC
Media Aesculapius. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2, Jakarta: MA
Whaley’s and Wong. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edis 4, Jakarta: EGC

Tidak ada komentar: