Senin, 05 Desember 2011

AMIODARONE DAN DISFUNGSI TIROID

Amiodarone adalah derivat benzofuran yang kaya iodium dengan struktur molekul yang sama dengan hormon tiroid. Iodium organik merupakan hampir 40% berat molekul amiodarone. Dosis amiodarone 250 mg per hari sebanding dengan asupan 75 mg iodium organik dan membentuk kira-kira 7 mg iodium bebas. Kebutuhan diet normal akan iodium adalah 100 sampai 200 mg per hari sehingga terapi amiodarone merupakan asupan iodium yang sangat besar yang tampak pada peningkatan kadar dalam plasma dan urine sebesar 40 kali lipat. Karena iodium merupakan bahan yang penting untuk sintesa hormon tiroid namun saat yang bersamaan mempengaruhi proses intra tiroid secara langsung, tidaklah mengherankan bahwa lebih 50% pasien pengguna amiodarone memiliki tes fungsi tiroid yang abnormal walaupun sebagian besar mereka tetap eutiroid. Pengaruh perifer predominan amiodarone atas hormon tiroid adalah penghambatan deiodinasi T4 menjadi T3. Hasilnya, kadar T4 serum meningkat dan kadar T3 menurun, disamping itu iodium yang tinggi menghambat sintesa hormon tiroid (efek Wolff-Chaikoff). Selama 3 bulan pertama terapi kadar TSH umumnya sedikit meningkat karena kurangnya feed back inhibisi akibat kadar T3 yang rendah namun akan normalisasi pada pemakaian jangka panjang. Tirotoksikosis akibat amiodarone (AIT) lebih sering pada daerah dengan asupan iodium rendah dan hipotiroid lebih sering pada daerah dengan asupan iodium tinggi. Bila tirotoksikosis dapat terjadi kapan saja selama periode terapi dan bahkan beberapa bulan setelah terapi, hipotiroid jarang terjadi setelah lebih dari 18 bulan terapi. Pengawasan fungsi tiroid berdasarkan kadar TSH, kalau TSH abnormal, kadar T4 bebas dan T3 bebas harus diperiksa untuk mendeteksi disfungsi kelenjar yang dapat mempredisposisi hipertiroid atau hipotiroid akibat amiodarone. Pemeriksaan tambahan dianjurkan kira-kira 3 bulan setelahnya kemudian setiap tahun.

Tidak ada komentar: