Jumat, 10 Februari 2012

GANGGUAN JIWA: ISOLASI SOSIAL

A.Pengertian
Menurut Baihaqi (2005: 100), isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang merasa terisolasi, terkunci, terpencil, ditolak, tidak disukai, tidak enak bila berkumpul dengan orang lain. Sedangkan menurut Carpenito (2000: 389), individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Lain halnya dengan Hinchliff (1999: 406) beliau berpendapat bahwa Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang atau kelompok yang tidak melakukan interaksi dengan orang lain menurut pola yang lazim karena satu lain hal.
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Depkes RI (2007: 77) bahwa Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang intim,
hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain. Sedangkan Menarik diri atau withdrawal adalah perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain dan menunjukkan perilaku apatis, pendiam dan muncul perasaan tidak berminat yang menetap pada individu (Rasmun, 2001 : 32).
Isolasi sosial yaitu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya (Townsend, 1998: 152).
Hal senada juga diungkapkan oleh Nurjanah (2004: 82) bahwa Isolasi sosial merupakan pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan isolasi sosial adalah keadaan kesepian dimana seseorang tidak mampu untuk membuat kontak atau membina hubungan dengan orang lain dan menunjukkan perilaku apatis, pendiam, tidak berminat terhadap apapun dan lebih suka menyendiri.
B.Etiologi
Menurut Stuart (2006: 279- 280) berbagai faktor bisa menimbulkan respons sosial yang maladaptif. Pada gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal, bisa disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1.Faktor Predisposisi.
a.Faktor perkembangan.
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mempengaruhi respons sosial maladaptif pada individu. Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam perkembangan respons sosial mal adaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan diri dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan dengan pihak di luar keluarga.
b.Faktor Biologis.
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptif.
c.Faktor Sosiokultural.
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produktif, seperti lansia ( lanjut usia ), orang cacat, dan penderita penyakit kronis. Isolasi sosial dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
2.Faktor presipitasi
Stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :
a.Stresor sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b.Stresor psikologis
Keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergangtungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Nanda (2005: 209) yang mengatakan penyebab dari isolasi sosial adalah:
1.Perubahan status mental
2.Tidak mampu dalam memuaskan hubungan pribadi
3.Nilai sosial tidak diterima
4.Perilaku sosial tidak diterima
5.Sumber personal tidak adekuat
6.Ketertarikan imatur
7.Faktor yang berkontribusi terhadap ketidakpuasan hubungan personal (lambat dalam menyelesaikan tugas perkembangan)
8.Perubahan penampilan fisik
9.Perubahan keadaan sejahtera
C.Rentang respon
1.Rentang Respon Sosial menurut Stuart dan Sundeen(2006: 128).
a.Menyendiri ( Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan bagi lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
b.Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan, dalam hubungan sosial.
c.Bekerjasama (mutualism)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d.Saling Ketergantungan (interdependen)
Merupakan kondisi saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
e.Menarik diri
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
f.Ketergantungan ( dependen )
Terjadi bila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
g.Manipulasi
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut terdapat membina hubungan sosial secara mendalam.
h.Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan.
i.Narcissim
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu.
2.Rentang Respon Emosional.
a.Kepekaan emosional, dipengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia internal dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan perasaannya sendiri.
b.Reaksi berduka tak terkomplikasi, terjadi sebagai respon terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi sesuatu kehilangan yang nyata serta terbenam dalam peroses keterbukaannya.
c.Supresi emosi, mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial) terhadap perasaan sendiri, pelepasan dari keterikatan dengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia apektif seeorang.
d.Penundaan reaksi berkabung, adalah ketidakadaan yang konsisten respon emosional terhadap kehilangan. Ini dapat terjadi pada awal proses berkabung, dan menjadi nyata pada pengunduran proses mulai terjadi atau keduanya. Penundan dan penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun.
e.Defresi, suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala sindrom, keadaan emosional, reaksi penyakit atau klinik.
f.Mania, ditandai dengan elepati alam perasaan berkepanjangan atau mudah di singgung. Hipomania digunakan untuk menggambarkan sindrom klinik serupa tetapi tidak separah mania atau episide manik.
D.Manifestasi Klinis
Menurut Nanda (2005 : 208) dan Carpenito (2000 : 390) tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien isolasi sosial menarik diri yaitu :
Data subjektif :
1.Mengekspresikan perasaan kesendirian dan penolakan
2.Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
3.Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
4.Melaporkan ketidakamanan dalam situasi sosial
5.Menggambarkan kurang hubungan yang berarti
Data objektif :
1.Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan
2.Perasaan tak berguna
3.Keraguan tentang kemampuan untuk melangsungkan hidup
4.Peningkatan kepekaan atau kegelisahan
5.Kurang aktivitas fisik atau verbal
6.Tampak depresi cemas atau marah
7.Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang disekitarnya
8.Sedih, afek dangkal
9.Tidak komunikatif
10.Menarik diri
11.Kontak mata buruk
12.Larut dalam ingatan dan pikirannya sendiri
E.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Keliat (2005: 21)yang mungkin muncul pada penderita dengan masalah utama isolasi social: menarik diri yaitu:
1.Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2.Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
3.Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
4.Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri: mandi, berhias.
F.Fokus Intervensi
1.Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan halusinasi (Mahdi, 2002: 21-24).
a.Tujuan umum
Klien dapat mengontrol halusinasinya sehingga risiko perilaku kekerasan tidak terjadi.
b.Tujuan khusus
1)TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya.
a)Kriteria evaluasi
(1)Klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.
(2)Klien mampu menyebutkan isi, waktu frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.
b)Intervensi
(1)Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
(2)Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
(3)Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan.
(4)Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
(5)Buat kontrak yang jelas.
(6)Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi.
(7)Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya.
(8)Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
(9)Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
(10)Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
2)TUK 2: klien dapat mengenal halusinasinya.
a)Kriteria evaluasi
(1)Klien mampu menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.
(2)Klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi (marah, takut, sedih, senang, cemas, jengkel).
b)Intervensi
(1)Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
(2)Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (dengar, lihat, penghidu, raba, kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi:
(a)Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar, lihat, penghidu, raba, kecap).
(b)Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya.
(c)Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa nada menuduh atau menghakimi).
(d)Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
(e)Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
(3)Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien:
(4)Isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang).
(5)Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
(6)Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
(7)Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut.
(8)Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya.
3)TUK 3: klien dapat mengotrol halusinasinya.
a)Kriteria evaluasi
(1)Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
(2)Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya.
(3)Klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar, lihat, penghidu, raba, kecap).
(4)Klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya.
(5)Pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok.
b)Intervensi
(1)Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll).
(2)Diskusikan cara yang digunakan klien (jika cara yang digunakan adaptif berikan pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut).
(3)Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi.
(4)Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (“saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap pada saat halusinasi terjadi).
(5)Menemui orang lain (perawaat/ teman/ anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya.
(6)Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun.
(7)Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.
(8)Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
(9)Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
(10)Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
(11)Aanjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
4)TUK 4: klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
a)Kriteria evaluasi
(1)Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat.
(2)Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
b)Intervensi
(1)Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik).
(2)Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah): Pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatai halusinasi), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi dirumah.
5)TUK 5: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
a)Kriteria evaluasi
(1)Klien dapat menyebutkan: Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat.
(2)Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
(3)Klien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
b)Intervensi
(1)Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
(2)Pantau klien saat penggunaan obat.
(3)Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
(4)Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
(5)Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
2.Resiko gangguan sensori/ persepsi halusinasi berhubungan dengan menarik diri (Keliat, 2005: 22-28).
a.Tujuan umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
b.Tujuan khusus
1)TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya.
a)Kriteria evaluasi
Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
b)Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
(1)Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
(2)Perkenalkan diri dengan sopan
(3)Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
(4)Jelaskan tujuan pertemuan
(5)Jujur dan menepati janji
(6)Menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
(7)Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.
Rasional: hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan selanjutnya.
2)TUK II: Klien dapat mengungkapkan penyebab menarik diri
a)Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
b)Intervensi
(1)Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
(2)Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
(3)Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, penyebab serta tanda yang muncul.
(4)Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.
Rasional: Dengan diketahuinya penyebab menarik diri dapat dihubungkan dengan faktor presipitasi yang dialami oleh klien.
3)TUK III: Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
a)Kriteria evaluasi
(1)Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
(2)Klien dapat menyebutkan kerugian berhubungan dengan orang lain.
b)Intervensi
(1)Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
(2)Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
(3)Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
(4)Beri reinforcement positif tehadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Rasional: Klien harus dicoba berinteraksi secara bertahap agar terbiasa membina hubungan yang sehat dengan orang lain.
(5)Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
(6)Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
(7)Diskusikan bersama klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
(8)Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasional: Mengevaluasi manfaat yang dirasakan klien sehingga timbul motivasi untuk berinteraksi.
4)TUK IV: Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
a)Kriteria evaluasi
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap: klien-perawat, klien-perawat-klien, klien-perawat-keluarga, klien-perawat-kelompok.
b)Intervensi
(1)Kaji kemampuan klien dalam membina hubungan dengan orang lain.
(2)Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap: klien-perawat, klien-perawat-klien, klien-perawat-keluarga, klien-perawat-kelompok.
(3)Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
(4)Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
(5)Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
(6)Motivasi klien untuk melakukan kegiatan diruangan.
(7)Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
5)TUK V: Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
a)Kriteria evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain.
b)Intervensi
(1)Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
(2)Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
(3)Beri reinfoncement positif atas kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
6)TUK VI: Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
a)Kriteria evaluasi
Keluarga dapat: Menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara merawat klien menarik diri, mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri, berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri.
b)Intervensi
(1)Bina hubungan saling percaya dengan keluarga dengan: Ucapkan salam dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pertemuan, buat kontrak waktu, explorasi perasaan keluarga.
(2)Diskusikan dengan anggota keluarga tentang:
(a)Perilaku menarik diri.
(b)Penyebab perilaku menarik diri.
(c)Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak diatasi.
(d)Cara keluarga mengatasi perilaku menarik diri.
(3)Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
(4)Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu.
(5)Beri reinforcement atas hal-hal yang telah tercapai oleh keluarga.
3.Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah (Mahdi, 2002: 21-24).
a.Tujuan umum
Klien memiliki konsep diri yang positif sehingga tidak terjadi isolasi social menarik diri.
b.Tujuan khusus
1)TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a)Kriteria evaluasi
Ekspesi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
b)Intervensi
(1)Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
(2)Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
(3)perkenalkan diri dengan sopan .
(4)Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
(5)Jelaskan tujuan pertemuan.
(6)Jujur dan menepati janji.
(7)Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
(8)Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2)TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a)Kriteria evaluasi
Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, aspek positif keluarga, dan aspek positif lingkungan yang dimiliki klien.
b)Intervensi
(1)Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
(2)Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian negatif.
(3)Utamakan memberi pujian yang realistik.
(4)Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, control diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatan.
(5)Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien.
(6)Pujian yang realistic tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan karena ingin mendapatkan pujian.
3)TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a)Kriteria evaluasi
Klien menilai kemampuan yang dimiliki.
b)Intervensi
(1)Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
(2)Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah syarat untuk berubah.
(3)Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri motivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya.
4)TUK IV: Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a)Kriteria evaluasi
Klien membuat rencana kegiatan harian
b)Intervensi
(1)Rencanakan bersama klien aktivitas yang dilakukan setiap hari sesuai kemampuan:
(a)Kegiatan mandiri
(b)Kegiatan dengan bantuan sebagian.
(c)Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
(2)Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien.
(3)Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Rasional:
(a)Klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
(b)Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
(c)Contoh peran yang dilihat akan memotivasi lien untuk melaksanakan kegiatan.
5)TUK V: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
a)Kriteria evaluasi
Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
b)Intervensi
(1)Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
(2)Beri pujian atas keberhasilan klien.
(3)Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
Rasional:
(a)Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba mandiri di rumah.
(b)Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri, memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.
6)TUK VI: Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
a)Kriteria evaluasi
Klien memanfaatkan system pendukung yang ada.
b)Intervensi
(1)Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
(2)Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
(3)Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
Rasional:
(a)Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien dirumah
(b)Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien.
(c)Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien dirumah.
4.Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri (Mahdi, 2002: 21-24).
a.Tujuan umum
Klien dapat mandiri dalam perawatan diri.
b.Tujuan khusus
1)TUK I: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
a)Kriteria evaluasi
Wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, menerima kehadiran perawat, bersedia menceritakan perasaannya.
b)Intervensi
(1)Bina hubungan saling percaya
(2)Beri salam setiap berinteraksi.
(3)Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
(4)Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
(5)Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
(6)Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
(7)Buat kontrak interaksi yang jelas.
(8)Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
(9)Penuhi kebutuhan dasar klien.
2)TUK II: Klien mengetahui pentingnya perawatan diri.
a)Kriteria evaluasi
Klien menyebutkan penyebab tidak merawat diri, manfaat menjaga perawatan diri, tanda-tanda bersih dan rapi, gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.
b)Intervensi
Dikusikan dengan klien:
(1)Penyebab klien tidak merawat diri.
(2)Manfaat menjaga perawatan diri untuk keadaan fisik mental dan sosial.
(3)Tanda-tanda perawatan diri yang baik.
(4)Penyakit atau gangguan kesehatan yang bisa dialami oleh klien bila perawatan diri tidak adekuat.
3)TUK III: Klien mengetahui cara-cara melakukan perawatan diri.
a)Kriteria evaluasi
(1)Klien dapat menyebutkan frekuensi menjaga perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias).
(2)Klien dapat menjelaskan cara menjaga perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian, berhias, gunting kuku).
b)Intervensi
(1)Dikusikan frekuensi menjaga perawatan diri selama ini (mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian, berhias, gunting kuku).
(2)Diskusikan cara praktek perawatan diri yang baik dan benar (mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian, berhias, gunting kuku).
(3)Berikan pujian untuk setiap respon klien yang positif.
4)TUK IV: Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.
a)Kriteria evaluasi
Klien dapat mempraktekkan perawatan diri dengan dibantu oleh perawat (mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias, gunting kuku).
b)Intervensi
(1)Bantu klien saat perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias, gunting kuku).
(2)Beri pujian setelah klien selesai melaksanakan perawatan diri.
5)TUK V: Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
a)Kriteria evaluasi
Klien dapat melaksanakan praktek perawatan diri secara mandiri; Mandi 2X sehari, gosok gigi sehabis makan, keramas 2X seminggu, ganti pakaian 1X sehari, berhias sehabis mandi, gunting kuku setelah mulai panjang.
b)Intervensi
(1)Pantau klien dalam melaksanakan perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas, ganti pakaian, berhias, gunting kuku),
(2)Beri pujian saat klien melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
6)TUK VI: Klien mendapatkan dukungan keluarga untuk meningkatkan perawatan diri.
a)Kriteria evaluasi
(1)Keluarga dapat menjelaskan cara-cara membantu klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.
(2)Keluarga dapat menyiapkan sarana perawatan diri klien: sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, shampo, handuk, pakaian bersih, sandal dan alat berhias.
(3)Keluarga mempraktekkan perawatan diri pada klien.
b)Intervensi
Diskusikan dengan keluarga:
(1)Penyebab klien tidak melaksanakan perawatan diri.
(2)Tindakan yang telah dilakukan klien selama di rumah sakit dalam menjaga perawatan diri dan kemajuan yang telah dialami oleh klien.
(3)Dukungan yang bisa diberikan oleh keluarga untuk meningkatkan kemampuan klien dalam perawatan diri.
(4)Sarana yang diperlukan untuk menjaga perawatan diri klien.
(5)Anjurkan kepada keluarga menyiapkan sarana tersebut.
Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang perlu dilakukan keluarga dalam perawatan diri:
(1)Anjurkan keluarga untuk mempraktekkan perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas, ganti baju, berhias dan gunting kuku).
(2)Ingatkan klien waktu mandi, gosok gigi, keramas, ganti baju, berhias dan gunting kuku.
(3)Bantu jika klien mengalami hambatan dalam perawatan diri.
(4)Berikan pujian atas keberhasilan klien.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 1. (Terjemahan. Monica Ester), Jakarta : EGC.

L.J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Hurlock,E.(1994). Psikologis Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Alih bahasa: Iswandari. Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Keliat, B.A, (2000). Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. FKUI: Jakarta

Maramis, W.F. (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press

Mahdi, Marzuki. (2002). Standar Operasional (SOP) Rencana Keperawatan Jiwa. Bogor : Tim Penggembang MPKP

NANDA. (2001). Nursing Diagnosis, Definition, and Classification. Editor : Budi Santoso . United Stage Of Philadelphia : America

Pery, Potter. (2001). Fundamental of Nursing. Vol.2 Fifth edition, Philadelphia : Mosby
Rawlins. (1995). Ilmu Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Stuart, G.W. Sundeen, S.J. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC

S.J. (1998). Principles Practice Psychiatric Nursing. (Sixth Edition). Philadelphia : Mosby

Townsend, M.C. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, (Terjemahan : Ratna Komalasari). Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Yosep, lyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

Tidak ada komentar: