Jumat, 10 Februari 2012

ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

Manusia adalah makhluk sosial. Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi tetap dipertahankan. Individu juga harus membina hubungan saling tergantung, yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. Kapasitas hubungan interpersonal berkembang sepanjang siklus kehidupan. Gangguan kepribadian (isolasi sosial) biasanya dapat dikenali pada masa remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut merupakan pola respons maladaptif, tidak fleksibel, dan menetap yang cukup berat menyebabkan disfungsi perilaku atau distres yang nyata. Gangguan kepribadian relatif biasa terjadi sekitar 10% sampai 18% populasi secara umum mengalami gangguan tersebut. Namun, hanya seperlima dari populasi tersebut yang mendapatkan terapi. Sedikitnya beberapa gangguan ini juga dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi akibat bunuh diri (Stuart, 2006: 275).

Menarik diri merupakan suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain.

Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya. Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin kepada pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial : menarik diri (Mahnum, 2008).

Kecenderungan menghindar seringkali tampak jelas dan dalam keadaan ekstrem dapat menjurus ke isolasi sosial. Ini tergantung pola asuh waktu kecil, stressor seperti kematian orang tua, perpisahan orang tua, kritik dengan kata-kata kasar yang didapat dari orang yang lebih tua, kekerasan/ kekejaman yang dialami waktu kecil yang tersimpan di alam bawah sadar, riwayat pemakaian zat terlarang seperti pil ecstasy, shabu, dll (Wahyuni, 2004).

Stress psikososial dan stress perkembangan yang terjadi secara terus menerus dengan koping yang tidak efektif akan mendukung timbulnya gejala psikotik dengan manifestasi kemiskanan, kebodohan, pengangguran, isolasi sosial dan perasaan kehilangan. Menurut Sigmun Frued adanya gangguan tugas perkembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan takut, respon orang tua yang maladaptif pada anak akan meningkatkan stress, sedangkan frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung terus menerus dapat menyebabkan regresi dan withdrawal atau menarik diri (Yosep, 2007: 69).

Isolasi diri bisa terjadi karena masalah individu, keluarga, pekerjaan, politik, dsb. Kalau seseorang sedang sedih, sedang berkonflik dengan anggota keluarga, sedang kecewa atau konflik dengan keluarga atau atasan dalam pekerjaan, kecewa karena kekalahan politik; semua itu bisa memicu terjadinya isolasi diri. Beratnya masalah mulai dari yang sangat ringan sampai dengan yang sangat berat. Mulai dari jangka waktu yang relatif sangat pendek sampai jangka sangat panjang. isolasi plus menutup diri bukannya menolong tetapi bisa menghancurkan kejiwaan. Stres semakin berkepanjangan dapat menjadikan depresi berat. Kemudian seseorang tidak mungkin bersosialisasi dengan sehat (Mangkuprawira, 2008).

Tidak ada komentar: