Jumat, 10 Februari 2012

PENGARUH STATUS EKONOMI TERHADAP KESEHATAN

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII yang berlangsung di Jakarta, tanggal 17-19 Mei 2004, menyebutkan bahwa salah satu masalah gizi di Indonesia adalah bahwa masih tingginya angka kematian bayi serta kematian ibu dan balita merupakan akibat masalah gizi kronis (Kompas, 2004).

Pernyataan tersebut sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan karena masalah kurang gizi pada ibu hamil dan bayi serta balita telah terjadi sejak lama. Data Departemen Kesehatan yang disampaikan Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatann Prof Dr Azrul Azwar MPH, melalui Kasubdit Surveilans Gizi Tatang S Falah, misalnya, menyebutkan bahwa selama periode tahun 1990-2000 terdapat 7-14  bayi atau 355.000-710.000 bayi dengan berat lahir rendah dari 5 juta bayi lahir per tahun. Bayi dengan berat lahir rendah ini berhubungan dengan rendahnya asupan gizi ibu selama kehamilan. Rendahnya asupan gizi selama kehamilan bukan hanya berakibat pada bayi yang dilahirkan saja, tetapi juga menjadi faktor risiko kematian ibu (Kompas, 2004).

Meskipun Widyakarya Pangan dan Gizi VIII juga mencatat menurunnya angka kematian ibu (AKI) dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003, seperti ditunjukan oleh Survei Demografi dan Kependudukan (2002-2003), tetapi angka tersebut tetaplah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN. Tingginya AKI dan AKB menunjukan rendahnya perhatian dan pemahaman mengenai status sosial perempuan di Indonesia. Penyebab tingginya AKI dan AKB bukan semata-mata karena kemiskinan tetapi juga karena posisi sosial perempuan yang masih mengalami subordinasi di masyarakat. Ketersediaan pangan dan akses setiap orang terhadap pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan berdampak terhadap hasil pembangunan suatu bangsa (Kompas, 2004).

Menteri Kesehatan dalam sambutan tertulisnya di Widyakarya Pangan dan Gizi VIII menyebutkan pula bahwa bila diukur memakai Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) angka Indonesia adalah 17,9 dan menduduki peringkat ke-33 dari 94 negara. IKM mengukur kualitas SDM melalui persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, angka buta huruf, proporsi penduduk yang kemungkinan meninggal sebelum umur 40 tahun, proporsi penduduk tidak mempunyai akses terhadap air bersih, dan persentase gizi kurang. Berdasarkan hal tersebut bahwa penurunan jumlah penduduk miskin, naiknya tingkat pendidikan, dan status kesehatan dan gizi harus menjadi fokus pembangunan sosial dan ekonomi yang seimbang (Kompas, 2004).

Selain tingginya angka kematian ibu, Depkes juga menyebutkan masih tingginya angka perempuan usia subur dan wanita hamil yang menderita kekurangan energi kronis (KEK) pada tahun 2002, yaitu sebanyak 17,6% dari populasi atau sejumlah 11,7 juta orang, meskipun jumlah tersebut turun dari 24,9% pada tahun 1999. Ibu hamil yang menderita KEK memiliki risiko tinggi melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang selanjutnya akan berlanjut pada pertumbuhan kecerdasan dan fisik yang lambat ketika anak tumbuh (Kompas, 2004).

Tidak ada komentar: