Minggu, 05 Februari 2012

MENSTRUASI PADA USIA REMAJA

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, dan psikis. Menurut Piaget masa remaja adalah usia dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak, remaja adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Namun, menurut Undang-undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila mencapai usia 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal. Menurut undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu usia 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Menurut WHO, disebut remaja apabila anak telah mencapai usia 10-18 tahun. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, masa remaja pada umumnya berumur 16-19 tahun dan merupakan masa peralihan menuju kematangan (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Memasuki usia remaja atau pubertas, beberapa jenis hormon, terutama hormon estrogen dan progesteron mulai berperan aktif sehingga organ-organ reproduksi mulai berfungsi, perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus, agar dapat tertangani secara tuntas. Beberapa ciri masa pubertas pada perempuan adalah mulai terjadinya menstruasi, mulai tumbuh payudara, pinggul melebar dan membesar, sedangkan pada laki-laki mulai mampu menghasilkan sperma sehingga tidak terlihat seperti anak kecil lagi. Terjadinya perubahan besar ini umumnya membingungkan remaja yang mengalaminya (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Salah satu masalah kesehatan perempuan adalah menstrual disorder. Menstrual disorder adalah irregular menstrual period. Biasanya, masa menstruasi pertama (menarche) terjadi sekitar umur 12 atau 13, atau kadang-kadang lebih awal atau kemudian. Irregular periods biasanya untuk pertama atau dua tahun. Bagi sebagian wanita, adakalanya menstruasi bak ‘momok’ yang kehadirannya membuat rasa cemas manakala timbul rasa nyeri tak terperi ketika menstruasi tiba. Kondisi ini dikenal sebagai nyeri menstruasi atau dismenorea (dysmenorrhoea, dismenore), yakni nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari, bahkan kadang bisa membuat ‘nglimpruk’ tidak berdaya (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Pesatnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan keterbukaan informasi, nyeri menstruasi mulai banyak dibahas. Banyak ahli yang telah menyumbangkan pikiran dan temuannya untuk mengatasi nyeri menstruasi. Awalnya wanita yang menderita nyeri menstruasi hanya bisa menyembunyikan rasa sakitnya tanpa mengetahui apa yang harus dilakukannya dan ke mana ia harus mengadu. Keadaan itu diperburuk oleh orang di sekitar mereka yang menganggap bahwa nyeri menstruasi adalah rasa sakit yang wajar dan terlalu dibesar-besarkan juga dibuat-buat oleh wanita bahkan beberapa orang menganggap bahwa wanita yang menderita nyeri menstruasi hanyalah wanita yang mencari perhatian atau kurang diperhatikan. Anggapan seperti ini sudah mulai hilang setelah diketahui bahwa nyeri menstruasi adalah kondisi medis yang nyata diderita wanita dan tidak hanya dianggap sebagai penyakit psikosomatis saja. Banyak metode yang telah dikembangkan oleh ahli di bidangnya yang bertujuan untuk mengatasi nyeri menstruasi (Ramdhani, 2010).
Angka kejadian nyeri menstruasi di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami nyeri menstruasi. Di Amerika angka presentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh nyeri selama menstruasi. Angka kejadian (prevalensi) nyeri menstruasi berkisar 45-95% di kalangan wanita usia produktif. Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun acapkali dirasa mengganggu bagi wanita yang mengalaminya. Derajat nyeri dan kadar gangguan tentu tidak sama untuk setiap wanita. Ada yang masih bisa bekerja (sesekali sambil menangis), adapula yang tak kuasa beraktifitas karena saking nyerinya (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Setiap wanita memiliki pengalaman menstruasi yang berbeda-beda. Sebagian wanita mendapatkan menstruasi tanpa keluhan, namun tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan menstruasi disertai keluhan sehingga mengakibatkan rasa ketidaknyamanan berupa dismenorea. Dismenorea dapat dirasakan di perut bawah atau di pinggang, dapat bersifat seperti mulas-mulas, seperti ngilu, atau seperti ditusuk-tusuk. Mengenai hebatnya rasa nyeri yang diderita, perlu ditanyakan apakah wanita dapat melakukan pekerjaan sehari-hari ataukah ia sampai harus berbaring dan minum obat-obatan anti nyeri. Rasa nyeri itu bisa timbul menjelang menstruasi, sewaktu dan setelah menstruasi, selama satu-dua hari, atau lebih awal dari itu (Prawirohardjo, 2005).
Dismenorea memang tidak selalu berhubungan dengan terganggunya organ reproduksi dan sifatnya sangat individual. Karena sebab yang bermacam-macam dan sifatnya berbeda-beda maka terapinya berbeda-beda, jika tidak ditemukan kelainan organ reproduksi maka seringkali diterapi secara simptomatis. Tetapi keadaan ini tetap membutuhkan perhatian kita untuk melakukan pemeriksaan organ reproduksi (Kasdu, 2008). Tidak semua remaja putri memiliki pengetahuan yang cukup tentang gangguan menstruasi khususnya dismenorea dan cara mengatasinya juga berbeda-beda pada tiap individu. Karena kurangnya pengetahuan serta informasi yang dimiliki oleh sebagian besar perempuan tentang gangguan haid dalam masa reproduksi.

Tidak ada komentar: