Menurut WHO, orang yang sehat secara jiwa adalah orang yang
merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan kehidupan, menerima orang
lain sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain. Dalam kenyataannya, di masyarakat yang semakin berkembang terutama
masyarakat urban di perkotaan, semakin banyak orang yang memiliki jiwa yang
tidak sehat walaupun belum mencapai taraf gangguan jiwa. Jika dibiarkan dan
tidak diintervensi dengan baik maka jiwa yang tidak sehat akan menimbulkan
gangguan jiwa dalam jangka waktu yang signifikan.
Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberi dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat. Sementara
tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan
berbagai perubahan tersebut. Akibatnya, gangguan jiwa saat ini telah menjadi
masalah kesehatan global. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari jika
mereka mungkin mengalami masalah kesehatan jiwa, karena masalah kesehatan jiwa
bukan hanya gangguan jiwa berat saja. Justru gejala seperti depresi dan cemas
kurang dikenali masyarakat sebagai masalah kesehatan jiwa.
Tekanan hidup yang menghimpit dan kegelapan masa depan
menyebabkan banyak masyarakat menderita sakit jiwa mulai dari ringan sampai
berat. Hal yang paling memilukan hati tingginya angka bunuh diri disertai
pembunuhan terhadap anak yang mereka kasihi. Kasus yang sudah semakin prevalen
ini perlu menjadi perhatian kita, terutama Pemerintah dan Departemen terkait,
untuk ditangani secara seksama agar tidak menjadi semakin memburuk.
Gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian,
namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat
bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita menjadi kronis dan
tidak lagi produktif
Untuk mengetahui besarnya masalah gangguan jiwa di
masyarakat, Departemen Kesehatan pada tahun 2007 dengan Riskesdas (Riset
Kesehatan Dasar) telah melakukan studi di setiap provinsi tentang Gangguan
Mental Emosional pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Instrumen yang
digunakan self-rating questionaire – 20 dengan cut off point > 6. Hasil
studi tersebut menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional di
Indonesia yaitu 1,6.
Menurut Prayitno,
berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization yang
dihimpun tahun 2005-2007 sedikitnya 50 ribu orang Indonesia bunuh diri. Jumlah
kematian itu belum termasuk kematian akibat overdosis obat terlarang yang
mencapai 50 ribu orang setiap tahun. Prayitno mengungkapkan, dari jumlah
tersebut, 41% bunuh diri dilakukan dengan cara gantung diri dan 23% dengan cara
meminum racun serangga.
Keadaan gangguan jiwa di masyarakat diperparah dengan stigma
yang dialami oleh si penderitanya. Berbagai istilah banyak ditemukan di
masyarakat dan digunakan dalam pemberitaan media massa, misalnya orang gila,
sakit gila, sakit jiwa, semua ini bukan istilah psikiatri dan sebaiknya
dibiasakan untuk tidak menggunakannya.
Stigmatisasi gangguan jiwa sebenarnya merugikan masyarakat
sendiri, karena mereka menjadi cenderung menghindar dari segala sesuatu yang
berurusan dengan gangguan jiwa. Seakan-akan mereka yang terganggu jiwanya
tergolong kelompok manusia lain yang lebih rendah martabatnya, yang dapat
dijadikan bahan olok-olokan. Hal tersebut akan menghambat seseorang untuk mau
menerima atau mengakui bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Akibatnya
pertolongan atau terapi yang mungkin dapat dilakukan secara dini menjadi
terlambat. Kita lupa atau tidak ingin menerima kenyataan sebenarnya bahwa semua
orang dapat mengalami gangguan jiwa dalam berbagai taraf, misal keadaan depresi
akibat stres berkepanjangan sampai pada kekacauan pikiran.
Keperawatan jiwa merupakan bentuk
pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu keperawatan jiwa bentuk
pelayanan Bio-Psiko-Sosio-Spritual yang komperhensif. Klien dapat berupa
individu, keluarga dan komunitas baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Bentuk
Asuhan keperawatan jiwa meliputi pencegahan primer adalah pendidikan kesehatan,
pengubahan lingkungan dan dukungan sistem sosial.
Keluarga dan masyarakat sebagai
orang terdekat dengan klien merupakan sistem pendukung utama dalam memberikan
pelayanan langsung pada saat klien berada dirumah maupun saat klien berada
dilingkungan masyarakat. Oleh karena itu keluarga dan masyarakat memiliki peran
penting didalam upaya penanganan penyakit pada klien jiwa dan bisa ikut
berperan dalam menyikapi stigmatisasi gangguan jiwa dengan benar
Melihat fenomena diatas, maka
keluarga dan masyarakat perlu mempunyai pemahaman mengenai cara perawatan
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa secara benar. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah perawat dapat melaksanakan penyuluhan guna memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga dan masyarakat tentang stigma gangguan kejiwaan
dimasyarakat.
1 komentar:
Gangguan jiwa...! jiwa terganggu...!
Galau...karena tak punya ilmu.
[jual alat bekam]
Posting Komentar